Indonesia Masuki Siklus Lima Tahunan DBD

  • Nurhadi Sucahyo

Meski belum diketahui penyebab pastinya, namun data menunjukkan bahwa setiap lima tahun sekali jumlah penderita demam berdarah di Indonesia akan meningkat cukup drastis. (Foto: ilustrasi).

Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia tahun ini diperkirakan akan meningkat dibanding sebelumnya. Sejumlah daerah sudah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah.

Sudah delapan hari, ibu Ria Nurswida tergolek di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Dokter menyatakan, dia terkena serangan demam berdarah. Meski biasanya penderita demam berdarah hanya dirawat empat hingga lima hari di rumah sakit, tetapi pada serangan yang lebih kompleks, penderita harus lebih lama dalam pengawasan dokter.

Menurut Kelik Kurniawan, suami ibu Ria Nurswida, dokter menduga serangan demam berdarah ini lebih kompleks. Trombosit terus turun hingga hari ke-6, dan baru naik kembali memasuki hari ke -8.

“Ini sudah hari ke delapan, bahkan ke sembilan kalau dihitung dari mulai demamnya. Kemarin dokternya bilang waktu memeriksa, ini bukan DB biasa, ini DB kompleks," kata ​Kelik Kurniawan​.

Meskipun belum ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), serangan demam berdarah di Yogyakarta mengalami peningkatan. Dinas Kesehatan provinsi telah meminta masyarakat lebih waspada dengan meningkatkan kebersihan lingkungan.

Peneliti Utama dalam Proyek Pengendalian Demam Berdarah, Fakultas Kedokteran UGM, Dr Riris Andono Ahmad mengatakan, Indonesia sedang memasuki siklus lima tahunan demam berdarah.

Meski belum diketahui penyebab pastinya, namun data menunjukkan bahwa setiap lima tahun sekali jumlah penderita demam berdarah di Indonesia akan meningkat cukup drastis. Siklus ini menuntut kesiapan yang lebih, baik dari pemerintah maupun masyarakat.

“Di Jawa Timur beberapa kabupaten sudah menyatakan KLB disana. Di Yogyakarta juga kasus demam berdarah meningkat. Saat ini kita sedang memasuki siklus lima tahunan, dimana setiap lima tahun ada peningkatan kasus dengue yang luar biasa," jelas Riris Andono Ahmad.

"Pada tahun 2010 dan 2005 juga demikian. Kalau kita bisa cukup waspada dan melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan yang optimal pada awal tahun 2015 ini, maka peningkatan itu bisa kita cegah,” lanjutnya.

Peneliti pendamping dalam Proyek Pengendalian Demam Berdarah, Fakultas Kedokteran UGM, Dr Eggi Arguni mengingatkan, kewaspadaan masyarakat adalah faktor penting. Penderita demam berdarah biasanya dirawat di rumah dalam tiga hari pertama demam. Umumnya, gejala serangan memang baru diketahui pada hari ke empat.

Sebagian masyarakat tidak membawa penderita ke rumah sakit pada hari keempat, karena terjadi penurunan suhu tubuh. Padahal, kata dr Eggi, turunnya suhu tubuh pada hari ke-4 demam adalah titik kritis, dan justru pada saat inilah perawatan intensif sangat diperlukan.

“Hal yang sering terlewatkan adalah pada hari ketiga masuk hari keempat. Kalau pada tipe demam berdarah berat, justru suhu pasien akan turun. Ini mungkin oleh orang yang ada di sekitar pasien itu merasa pasien demamnya turun dan menjadi senang. Tapi biasanya yang gawat itu adalah yang demamnya turun di hari keempat dan kemudian disertai gejala lain yang lebih berat,” ujar ​Eggi Arguni.

Siklus lima tahunan sudah terjadi sejak mulai ditemukannya serangan demam berdarah di Indonesia pada tahun 1968. Namun hingga saat ini belum ditemukan, apa sebenarnya yang menjadi penyebab siklus lima tahunan ini terjadi.