Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O’Blake Jr mengatakan di kampus Universitas Gajah Mada Yogyakarta hari Senin (11/4), Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi berbasis internet (digital economy) dan perdagangan berbasis internet (e-commerce).
Ketika memberikan kuliah umum di Balai Senat kampus UGM di Bulaksumur Yogyakarta Senin (11/4), Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O’Blake Jr mengatakan, dengan sepertiga penduduk Indonesia atau sekitar 85 juta orang memiliki akses pada internet Indonesia sangat berpotensi mengembangkan “digital economy” atau ekonomi berbasis internet.
Sebagai perbandingan, kata dubes Blake, bisnis berbasis internet di Amerika menyumbangkan sekitar 6 persen GDP sementara di Indonesia baru menyumbangkan sekitar 1 persen GDP. Namun ia yakin, dalam beberapa tahun kedepan Indonesia akan mampu mengejar ketertinggalan itu seiring dengan rencana pembangunan infrastruktur internet yang juga didukung oleh Amerika Serikat.
Perkembangan positif di Indonesia itu, tambah dubes Blake, disambut baik oleh pemerintah dan berbagai perusahaan di Amerika Serikat.
“Perusahaan-perusahaan Amerika seperti Google dan Apple baru saja memulai proyek pelatihan di Indonesia menyusul kunjungan presiden Jokowi ke Amerika Serikat, dan ini adalah langkah awal yang bagus. Saya yakin universitas seperti UGM telah melakukan langkah penting terkait pelatihan kewirausahaan digital dan melibatkan sektor swasta sebab sangat penting untuk menggabungkan keduanya. Pelatihan akademis saja tidak cukup tetapi harus ditunjang pengalaman langsung dengan pengusaha untuk mencapai keberhasilan,” ujar Blake.
Menurut Dubes Blake, pemerintah Amerika Serikat sangat mendukung pengembangan ekonomi digital maupun perdagangan berbasis internet di Indonesia.
“Hal penting yang kami lakukan adalah mendorong pemerintah Indonesia menciptakan kebijakan yang kondusif dan terbuka yang akan mendorong pengembangan ekonomi digital. Lalu mencarikan perusahaan untuk bermitra seperti Google dengan UGM, Apple kini memulai program pelatihan. Ini semua sangat penting bagi masa depan perkembangan ekonomi digital disini. Seperti saya katakan, kesempatan dan masa depan ekonomi digital di Indonesia begitu besar,” imbuhnya.
Rektor UGM Prof. Dwikorita Karnawati mengatakan, selama 3 tahun ini UGM telah bekerjasama dengan Google melalui Kibar- kantor perwakilannya di Jakarta untuk melakukan pelatihan ekonomi digital dan telah menghasilkan 12 perusahaan digital pemula (start up digital companies).
“Local Google itu Kibar. Kibar ini sudah masuk tahun ketiga memberikan mentorship dan coaching untuk para mahasiswa yang setiap tahun antara 50 hingga 30 mahasiswa (yang telah diseleksi). Tiga tahun ini telah menghasilkan 12 start up business companies, bisnis pemula dibidang digital dengan binaan google karena antusiasme mahasiswa kita besar, hanya perlu diarahkan,” kata Dwikorita.
Sementara, Wakil Rektor UGM Bidang Kerjasama dan Alumni DR Paripurna Sugarda mengatakan, UGM juga telah mengembangkan sejumlah aplikasi untuk para petani.
“Melalui Fakultas pertanian kami telah menciptakan Applikasi “Petani” yang di Brebes akan dibuka oleh presiden dan bisa diakses langsung oleh petani. Tentang penyakit-penyakit tanaman, tentang menanam, tentang apapun oleh petani dan mereka bisa lemparkan pertanyaan masuk ke sistem digital itu, kemudian langsung konsultasi dengan dosen-dosen (Pertanian). Kemudian lebih maju lagi sudah kami perkenalkan dengan Pak Gubernur Jawa Tengah adalah tentang harga (produk pertanian), satu Applikasi yang memberi informasi kepada petani tentang harga mulai dari petani hingga ke konsumen akhir di berbagai daerah. Kemudian akan keluar standar harga yang kira-kira bisa dijadikan acuan oleh petani,” papar Paripurna.
Lebih jauh, Dubes Blake mengatakan, untuk mencapai keberhasilan ekonomi digital seperti halnya Silicon Valley, Indonesia bisa mengadopsi konsep Triple Helix. Yaitu kolaborasi peran antara universitas untuk pengembangan riset dan inovasi didukung oleh pemerintah dan sektor industri.