Sekitar 109 juta orang Indonesia tidak memiliki akses ke fasilitas sanitasi yang layak, dan 40 juta orang masih buang air besar sembarangan.
Pemerintah menargetkan tidak akan ada lagi penduduk Indonesia yang buang air besar sembarangan pada 2014.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan perkiraan sekitar 109 juta orang di Indonesia yang belum mendapatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak dan air bersih. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada Senin (10/9) mengatakan bahwa tidak adanya akses tersebut antara lain karena rendahnya tingkat pengetahuan dan karena tingkat ekonomi masyarakat yang tidak mampu untuk membangun fasilitas sanitasi.
Padahal sanitasi dan perilaku hidup sehat akan mengurangi kejadian penyakit yang menular melalui air, serta memberikan manfaat sosial, lingkungan, dan ekonomi yang signifikan, ujar Nafsiah pada Konferensi Tingkat Menteri Asia Timur mengenai sanitasi dan kebersihan di Nusa Dua, Bali.
“Coba saja kalau semua orang buang air besar di tempat yang seharusnya sehingga tidak menyebarkan kuman-kuman, berapa persen diare bisa dikurangi? Jika penanganan air dan sanitasi komprehensif, itu bisa menurunkan hingga 90 persen. Berarti dana untuk mengobati bisa dipakai untuk hal-hal yang lebih produktif,” tutur Nafsiah.
Dormaringan H. Saragih, staf bidang air perkotaan, sanitasi dan kebersihan dari badan PBB yang mengurus anak-anak (UNICEF) Indonesia menyatakan di Indonesia terdapat sekitar 40 juta orang yang masih buang air besar sembarangan, tidak hanya di daerah pedesaan tetapi juga di daerah perkotaan
“Justru di kota, terutama di kawasan kumuh itu jauh lebih kompleks. Mereka bukan warga tetap, pemukimannya sangat padat dan segala macam. Akhirnya ada dari mereka kemudian sambil mau pergi kerja contohnya, kemudian dia buang air besar di rumah, sambil di jalan dibungkus plastik kemudian dibuang ke selokan atau tempat sampah. Kalau di desa dia akan pergi ke kebun,” ujarnya.
Berdasarkan penelitian Bank Dunia, dampak sanitasi yang buruk terhadap ekonomi di Asia Tenggara menyebabkan kerugian ekonomi minimal US$9 miliar per tahun. Sementara laporan pemantauan bersama antara badan kesehatan dunia (WHO) dan UNICEF pada 2012 menyebutkan lebih dari 2 miliar orang di dunia memperoleh akses ke sumber-sumber air yang lebih baik selama 1990 hingga 2010.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan perkiraan sekitar 109 juta orang di Indonesia yang belum mendapatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak dan air bersih. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada Senin (10/9) mengatakan bahwa tidak adanya akses tersebut antara lain karena rendahnya tingkat pengetahuan dan karena tingkat ekonomi masyarakat yang tidak mampu untuk membangun fasilitas sanitasi.
Padahal sanitasi dan perilaku hidup sehat akan mengurangi kejadian penyakit yang menular melalui air, serta memberikan manfaat sosial, lingkungan, dan ekonomi yang signifikan, ujar Nafsiah pada Konferensi Tingkat Menteri Asia Timur mengenai sanitasi dan kebersihan di Nusa Dua, Bali.
“Coba saja kalau semua orang buang air besar di tempat yang seharusnya sehingga tidak menyebarkan kuman-kuman, berapa persen diare bisa dikurangi? Jika penanganan air dan sanitasi komprehensif, itu bisa menurunkan hingga 90 persen. Berarti dana untuk mengobati bisa dipakai untuk hal-hal yang lebih produktif,” tutur Nafsiah.
Dormaringan H. Saragih, staf bidang air perkotaan, sanitasi dan kebersihan dari badan PBB yang mengurus anak-anak (UNICEF) Indonesia menyatakan di Indonesia terdapat sekitar 40 juta orang yang masih buang air besar sembarangan, tidak hanya di daerah pedesaan tetapi juga di daerah perkotaan
“Justru di kota, terutama di kawasan kumuh itu jauh lebih kompleks. Mereka bukan warga tetap, pemukimannya sangat padat dan segala macam. Akhirnya ada dari mereka kemudian sambil mau pergi kerja contohnya, kemudian dia buang air besar di rumah, sambil di jalan dibungkus plastik kemudian dibuang ke selokan atau tempat sampah. Kalau di desa dia akan pergi ke kebun,” ujarnya.
Berdasarkan penelitian Bank Dunia, dampak sanitasi yang buruk terhadap ekonomi di Asia Tenggara menyebabkan kerugian ekonomi minimal US$9 miliar per tahun. Sementara laporan pemantauan bersama antara badan kesehatan dunia (WHO) dan UNICEF pada 2012 menyebutkan lebih dari 2 miliar orang di dunia memperoleh akses ke sumber-sumber air yang lebih baik selama 1990 hingga 2010.