Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) pada hari Kamis (19/1), kenaikan keenam sejak Agustus, dan mengisyaratkan bahwa siklus pengetatan telah berakhir karena inflasi telah turun lebih cepat dari yang diperkirakan.
BI meningkatkan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 5,75 persen, seperti yang diperkirakan oleh mayoritas ekonom dalam jajak pendapat Reuters, sehingga total kenaikan suku bunga acuan sejak Agustus menjadi 225 bps.
Dalam sebuah pernyataan setelah keputusan tersebut, bank sentral itu mengatakan bahwa jumlah pengetatan harus "cukup" untuk mengembalikan inflasi konsumen utama ke kisaran target 2-4 persen pada paruh kedua tahun ini dan memastikan inflasi inti tetap di bawah empat persen.
Ditanya tentang prospek kenaikan suku bunga lebih lanjut, Gubernur BI Perry Warjiyo mengindikasikan diakhirinya siklus pengetatan moneter saat ini.
"Jika tidak ada informasi luar biasa yang tidak dapat kami perkirakan... penggunaan kata 'memadai' sudah dapat menjawab pertanyaan itu," katanya dalam konferensi pers.
Inflasi di Indonesia mencapai level tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, yakni sebesar 5,95 persen pada September tahun lalu di tengah kenaikan harga pangan dan energi global, namun lajunya melambat menjadi 5,51 persen pada Desember.
Perry mengatakan pasar memperkirakan tingkat inflasi pada akhir tahun 2022 jauh lebih tinggi, yakni sebesar 6,5 persen.
Bank sentral Malaysia pada hari Kamis secara tak terduga mempertahankan suku bunga acuannya, MYINTR=ECI. Keputusan ini mengisyaratkan adanya kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi setelah empat kenaikan suku bunga berturut-turut tahun lalu. Sebagian analis mengatakan keputusan itu juga menunjukkan berakhirnya siklus pengetatan.
"BI ... tampaknya memberikan sinyal tidak akan ada lagi kenaikan suku bunga lebih lanjut tahun ini. Oleh karena itu, kami mengubah perkiraan kami. Kami sekarang berpendapat bahwa siklus pengetatan telah berakhir," kata Gareth Leather, seorang analis Capital Economics, yang sebelumnya ikut memperkirakan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Kamis.
Ekonom Bank DBS Radhika Rao juga mengatakan, pernyataan bahwa kenaikan suku bunga sudah "memadai" menumbuhkan harapan bahwa siklus pengetatan kebijakan domestik mendekati akhir.
Meski demikian, ia mengatakan bahwa para pembuat kebijakan kemungkinan akan mengamati dengan cermat pertemuan Bank Sentral Amerika pada Februari mendatang untuk mendapatkan panduan.
Nilai tukar rupiah sedikit berubah setelah kenaikan suku bunga acuan pada hari Kamis. Mata uang ini menguat hampir tiga persen tahun ini terhadap dolar AS di tengah ekspektasi bahwa Bank Sentral Amerika (Federal Reserve) akan memperlambat laju kenaikan suku bunga.
Perry mengatakan, BI memperkirakan rupiah akan menguat lebih lanjut karena ketidakpastian keuangan global telah mereda dan bank-bank sentral utama mendekati akhir pengetatan kebijakan mereka.
Untuk lebih mendukung rupiah, BI telah melakukan pembicaraan dengan bank-bank lokal tentang rencana yang akan mengharuskan mereka mengalihkan simpanan valuta asing dari para eksportir ke BI. Langkah ini akan memberi insentif karena membuat pendapatan mereka bertahan lebih lama di dalam negeri, kata gubernur BI. Instrumen kebijakan itu kemungkinan akan diluncurkan pada pertengahan Februari, imbuhnya.
BI tidak mengubah prospek ekonomi domestiknya. BI memperkirakan pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) tahun ini pada titik tengah 4,5 persen hingga 5,3 persen, turun dari ujung atas kisaran yang sama pada tahun 2022. [ab/lt]