Inggris pada Senin (26/4) membekukan aset, menjatuhkan sanksi, dan menerapkan larangan perjalanan pada hampir dua lusin orang yang dituduh melakukan penyuapan dan penipuan. Langkah itu menandai untuk pertama kalinya negara itu menggunakan kekuatan sanksi sendiri untuk memerangi korupsi internasional.
Kantor berita Associated Press melaporkan Menteri Luar Negeri Dominic Raab mengatakan kepada anggota parlemen sanksi itu akan mencegah Inggris digunakan sebagai "surga bagi uang kotor."
"Korupsi berakibat merusak karena memperlambat pembangunan, menguras kekayaan negara-negara miskin dan membuat rakyat terjebak dalam kemiskinan. Korupsi meracuni demokrasi," kata Raab.
Daftar itu mencakup 14 orang Rusia yang terlibat dalam kasus penipuan pajak senilai $230 juta. Juga terdaftar nama Ajay, Atul, dan Rajesh Gupta, anggota keluarga bisnis Gupta yang menjadi pusat skandal korupsi di Afrika Selatan. Gupta menyangkal tuduhan itu.
Sanksi juga dijatuhkan kepada pengusaha Ashraf Seed Ahmed Al-Cardinal, yang dituduh mencuri aset negara di Sudan Selatan yang miskin, serta individu dari Honduras, Nikaragua, dan Guatemala.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS )Antony Blinken mengatakan, ia menyambut baik sanksi itu dan menambahkan, sanksi memperkuat upaya untuk melawan korupsi internasional.
Inggris sebelumnya memberlakukan sanksi sebagai bagian dari Uni Eropa atau PBB. Inggris membuat undang-undang sanksinya sendiri sejak keluar dari Uni Eropa pada akhir 2020. Undang-undang tersebut memberi pemerintah Inggris kekuatan untuk menghukum mereka yang secara kredibel terlibat dalam pelanggaran HAM serius dan korupsi. [ps/ah]