Inggris telah menahan sejumlah migran yang tidak diketahui jumlahnya untuk dideportasi ke Rwanda berdasarkan kebijakan imigrasi barunya, kata pejabat pemerintah pada Rabu (1/5).
Pengumuman tersebut muncul menyusul pengesahan undang-undang imigrasi utama oleh Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak pada bulan lalu, yang memungkinkan pencari suaka yang tiba di Inggris tanpa izin untuk dideportasi ke negara-negara yang disebut sebagai negara ketiga yang aman.
Undang-undang tersebut menghindari keputusan Mahkamah Agung tahun 2023 yang melarang pengiriman migran ke Rwanda karena hal itu “akan membuat mereka menghadapi risiko perlakuan buruk yang nyata.” Dengan populasi 13 juta jiwa, Rwanda, yang mendapat pujian atas infrastruktur modernnya, mengklaim sebagai salah satu negara paling stabil di Afrika. Namun kelompok hak asasi manusia sering mengkritik pemerintah negara tersebut karena membatasi kebebasan berpendapat.
Pemerintah Inggris mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka memesan pesawat sewaan komersial dan meningkatkan kapasitas penahanan menjadi lebih dari 2.200 ruang sebagai persiapan untuk penerbangan pertama menuju Rwanda. Sunak pada Senin (29/4) mengatakan penerbangan akan dimulai dalam waktu 10 hingga 12 minggu, dan juru bicaranya mengatakan perdana menteri senang “penahanan pertama telah dilakukan.”
Pemerintah memperkirakan akan mendeportasi 5.700 migran ke Rwandan pada tahun ini, kata seorang menteri senior pada hari Selasa. Dari jumlah tersebut, 2.143 migran “dapat ditemukan untuk ditahan,” kata kementerian tersebut, sehingga lebih dari 3.500 migran saat ini belum ditemukan. Para menteri mengatakan tim penegak hukum akan menemukan mereka.
Lebih dari 7.500 migran telah memasuki Inggris dari Perancis dengan menyeberangi Selat Inggris dengan perahu kecil tahun ini. Partai Konservatif yang berkuasa pimpinan Sunak berpendapat bahwa ancaman deportasi ke Rwanda akan membuat orang enggan melakukan perjalanan berbahaya tersebut. Lima orang tewas minggu lalu saat mencoba melintasi selat tersebut. [lt/jm]
Sejumlah informasi dalam laporan ini berasal dari Reuters dan Agence France-Presse.