Sejak Rusia melancarkan invasi terhadap Ukraina pada minggu lalu, ranah media sosial di China, yang biasanya cukup terkontrol, dipenuhi berbagai komentar beragam mengenai Ukraina. Sensor telah menghapus ribuan unggahan, di mana banyak di antaranya mengandung ucapan bernada vulgar tentang perempuan Ukraina, dan akun pengunggah postingan tersebut.
Sejumlah komentar beragam muncul setiap jamnya pada platform chatting seperti WeChat, aplikasi video Douyin dan TikTok, serta Weibo, media sosial yang dianggap sebagai Twitter versi China.
Beberapa pengguna media sosial meminta pemerintah China untuk memanfaatkan situasi yang berlangsung akibat krisis di Ukraina sebagai kesempatan untuk menguasai Taiwan. Beijing menganggap Taiwan, sebuah kepulauan yang memiliki pemerintahannya sendiri, sebagai provinsi yang terpisah walaupun wilayah tersebut memiliki bendera, mata uang, pasukan militer dan lembaga demokratisnya sendiri. Pemerintah China telah mengatakan bahwa pihaknya siap untuk menyatukan wilayah China dengan Taiwan walaupun harus menggunakan cara kekerasan.
Rangkaian dukungan terhadap Rusia juga mengalir di media sosial China. Kritik terhadap dukungan yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Ukraina juga bermunculan. Sebagian kecil pengguna mempertanyakan mengapa Presiden Rusia Vladimir Putin mencoba mengurusi urusan negara lain dengan mendorong warga Ukraina yang berbicara Bahasa Rusia untuk memberontak melawan pemerintah lokal.
Sejumlah besar pengguna juga mempertanyakan mengapa pemerintah China tidak mendukung sekutunya Rusia dalam pemungutan suara yang menghasilkan sebuah resolusi yang mengutuk serangan Rusia terhadap Ukraina pada sidang Dewan Keamanan PBB. China, India dan Uni Emirat Arab memilih bersikap netral dengan memilih abstain dalam pemungutan suara tersebut.
Para pengguna lainnya juga tampak mengolok-olok Ukraina karena seolah membiarkan AS membuat keputusan bagi nasib mereka.
Motif China Dipertanyakan
Seiring dengan unggahan yang berbau vulgar atau yang menunjukkan dukungan terhadap kekerasan, lembaga sensor China juga telah menghapus ungkapan sentimen antiperang, termasuk di antaranya surat terbuka yang dirilis oleh beberapa akademisi yang menyerukan penghentian perang.
“Kondisi saat ini merupakan situasi yang sulit bagi pemerintah. Mereka tentu tidak dapat menyatakan dukungan terhadap perang, tetapi mereka juga merasa tidak nyaman membiarkan sentimen antiperang yang beredar karena hal tersebut dapat berimplikasi pada situasi politik di Taiwan, Hong Kong, serta Tibet,” ujar salah seorang profesor di universitas di China yang meminta namanya tidak disebutkan.
Media yang dikontrol oleh pemerintah Global Times mengatakan dalam sebuah publikasi berbahasa China bahwa kelompok separatis anti-Beijing berada di belakang unggahan yang bernada antiperang.
BACA JUGA: China Sebut Laporan Soal Koordinasi Beijing-Moskow Mengenai Ukraina sebagai 'Berita Bohong'“Beberapa orang menduga ‘kelompok separatis rahasia Taiwan, ‘kelompok separatis rahasia Hong Kong’ dan kekuatan lainnya berada di balik mengalirnya sentimen publik mengenai situasi di Ukraina,” tulis Sun Jiashan, peneliti di Chinese National Academy of Arts.
Namun, lembaga sensor China yakni Badan Internet China (CAC), pada awalnya tidak terlalu menyensor sejumlah perdebatan mengenai konflik Ukraina. Badan tersebut membiarkan beberapa unggahan yang mempertanyakan kebijakan yang diambil oleh Rusia tetap beredar. Hal tersebut semakin mencerminkan dilema bagi pemerintah China karena di saat bersamaan sekutu mereka Rusia telah mendukung dan menyokong gerakan separatis di wilayah timur Ukraina dan menyerang negara tetangganya itu.
“China pada dasarnya mencermati situasi terkini (di Ukraina), tetapi tidak mengambil sikap yang tegas, dan sebenarnya mengapa pula mereka harus mengambil sikap yang tegas? Bagi China, perang antara Rusia dan Ukraina adalah tidak akan memberikan keuntungan apapun,” ujar Francesco Sisci, peneliti senior di Universitas Renmin China di Beijing.
“Jika Rusia memenangkan peperangan, maka mereka akan menjadi lebih kuat, dan China akan merasa terbebani kembali dengan kekuatan negara tetangganya di wilayah utara itu. Jika Rusia kalah, China akan semakin terisolasi,” kata Sisci kepada VOA.
“Selain itu, pemerintah China memang nyatanya tidak terlalu percaya terhadap Rusia. Namun, para pejabat China memang masih sangat anti terhadap Amerika. Jika dilihat dari (kacamata) Beijing, perang yang berlangsung saat ini disebabkan pula oleh AS, yang semakin mendesak Rusia.”
Namun, CAC dan platform media sosial di China telah membersihkan ribuan unggahan yang berisi komentar dan video yang merendahkan. CAC mengatakan bahwa pihaknya menyasar para “self-media”, akun media sosial yang dipegang oleh produser konten independen yang menyebarkan paham politik yang tidak bertanggung jawab. Lembaga tersebut juga mengatakan bahwa pihaknya ingin mengontrol penyebaran informasi di segala jenis platform internet untuk mengakhiri “gangguan pada aturan siaran internet.”
Douyin mengatakan pihaknya telah menghapus sekitar 3.500 video dan 12.100 komentar yang berkaitan dengan invasi Rusia di Ukraina. Platform tersebut juga sedang menyelidiki unggahan yang bernada miring, seperti mereka yang menyerukan “penangkapan terhadap perempuan Ukraina yang cantik,” serta unggahan yang menyebarkan nilai yang tidak pantas dan mengganggu kondisi dari media sosial tersebut.
Reaksi Balasan di Ukraina
Sementara itu, unggahan lainnya menyebutkan sikap yang diambil oleh pemerintah China telah menimbulkan kemarahan di kalangan warga Ukraina di mana mereka melampiaskan kemarahan tersebut pada para siswa asal China yang tengah menempuh pendidikan di Ukraina. Beberapa siswa mengatakan mereka telah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan serta mengungkapkan kekhawatiran akan keselamatannya.
Kedutaan Besar China di Kyiv pada awalnya meminta para warga negara China untuk menyebutkan dengan jelas kewarganegaraannya saat mereka bepergian di Ukraina. Namun, saat ini pihak kedutaan telah mengubah aturan tersebut dan meminta para warganya untuk tetap tinggal di dalam rumah dan tidak mengungkapkan kewarganegaraannya hingga ada aturan lebih lanjut.
“Warga Ukraina saat ini tengah berada dalam situasi yang sulit. … Kita perlu memahami situasi mereka dan bukannya malah memprovokasi mereka,” tulis pernyataan Kedutaan Besar China pada para warganya di Ukraina.
Media pemerintah Xinhua News Agency mengikuti langkah pemerintah, menyerukan para pengguna media sosial di China untuk “berdiskusi secara wajar” dan mengkritik para pengguna yang “berbicara tidak sopan.” [rs/ah]