Hasil tinjauan independen terhadap netralitas Badan PBB untuk Bantuan Pengungsi Palestina (UNRWA) yang dirilis pada Senin (22/4) menyatakan bahwa Israel belum memberikan bukti atas tuduhannya bahwa ratusan staf UNRWA adalah anggota kelompok teroris.
Laporan itu juga menyebut bahwa UNRWA memiliki “pendekatan yang lebih kuat” terhadap netralitas, dibandingkan dengan badan-badan PBB atau kelompok-kelompok bantuan lainnya, menurut Catherine Colonna, mantan menteri luar negeri Prancis yang ditunjuk PBB untuk memimpin peninjauan.
“Selalu ada ruang untuk perbaikan, dan sejumlah isu yang berkaitan dengan netralitas tetap ada. Inilah mengapa (tinjauan) ini dibuat,” katanya.
Colonna ditugaskan untuk memimpin peninjauan setelah Israel menuduh 12 staf UNRWA terlibat dalam serangan 7 Oktober yang dipimpin Hamas, yang kemudian memicu perang Gaza.
Investigasi terpisah juga tengah dilakukan tim penyelidik internal PBB.
Enam belas negara telah menangguhkan pendanaannya setelah Israel menyampaikan kekhawatirannya terkait UNRWA—sebuah pukulan berat bagi badan PBB yang menyediakan layanan pendidikan, kesehatan dan bantuan bagi jutaan warga Palestina di Gaza, Tepi Barat, Yordania, Lebanon dan Suriah itu.
BACA JUGA: Investigasi Independen Temukan Netralitas Badan PBB UNRWA KuatLaporan itu juga mengungkap bahwa UNRWA merilis daftar stafnya setiap tahun, dan Israel tidak pernah menyampaikan kekhawatirannya terhadap UNRWA berdasarkan daftar yang telah mereka terima sejak tahun 2011 itu.
Israel kemudian mempertegas tuduhannya pada Maret 2024, dengan mengatakan bahwa lebih dari 450 staf UNRWA merupakan agen militer kelompok-kelompok teroris di Gaza.
Seorang juru bicara kementerian luar negeri Israel pada Senin (22/4) menuding lebih dari 2.000 staf UNRWA adalah anggota Hamas atau Jihad Islam Palestina (PIJ) dan mengatakan bahwa peninjauan terhadap badan PBB itu tidaklah memadai.
Colonna mengatakan ia tidak terkejut dengan reaksi tersebut.
“Saya ingin kalian tahu bahwa kami berhubungan baik dengan Israel. Kami diterima dengan baik oleh berbagai pihak di sana, termasuk para pejabat di beberapa tingkatan dan sektor. Saya baru saja menginfokannya kepada salah satu kontak kami di sana, dan saya tidak terkejut dengan tanggapan mereka. Saya katakan kepadanya, ‘Tentu saja Anda akan menilai (tinjauan) ini tidak memadai, tetapi silakan diterima’,” papar Colonna.
Tinjauan tersebut juga mengungkap bahwa masalah yang berkaitan dengan netralitas UNRWA mencakup skala operasi, di mana sebagian besar yang direkrut badan itu adalah staf lokal.
Masalah lainnya adalah beberapa staf yang secara terbuka mengekspresikan pandangan politik mereka, buku-buku pelajaran dengan konten yang bermasalah dan serikat pekerja yang dipolitisasi, yang menimbulkan ancaman bagi manajemen.
Seorang juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa dirinya telah menerima masukan dan menyerukan kepada semua negara untuk secara aktif mendukung UNRWA, karena UNRWA merupakan “penyambung hidup” para pengungsi Palestina di wilayah itu.
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller menyatakan pihaknya telah menerima laporan tersebut dan sedang mengkajinya.
“Kami paham bahwa sedang ada investigasi lain oleh PBB, jadi investigasi yang satu ini sudah selesai. Ada satu lagi yang masih berlangsung. Namun, yang pasti, kami selalu tegaskan bahwa kami menganggap peran UNRWA sangat penting dalam menyediakan dan memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan, tidak hanya di Gaza, tetapi juga di wilayah-wilayah sekitarnya. Kami terus mendukung pekerjaan yang mereka lakukan,” kata Miller.
Sementara 10 negara telah mengakhiri penangguhan pendanaan mereka, AS, Inggris, Italia, Belanda, Austria, dan Lithuania belum melakukannya. Seorang juru bicara PBB pada Senin (22/4) menyampaikan bahwa UNRWA saat ini memiliki cukup dana untuk membiayai operasinya hingga bulan Juni.
Norwegia, salah satu donor UNWRA, mengimbau negara-negara donor lainnya untuk kembali melanjutkan pendanaannya. “Norwegia telah menekankan, menghukum seluruh organisasi beranggotakan 30.000 staf itu dan semua pengungsi Palestina atas dugaan pelanggaran yang dilakukan sejumlah kecil staf—itu tidak bisa diterima,” kata Barth Eide. [br/jm]
Your browser doesn’t support HTML5