Presiden Ebrahim Raisi pada Sabtu (3/12) memuji Republik Islam Iran sebagai penjamin hak-hak dan kebebasan. Ia membela sistem kekuasaan di tengah penindakan keras pemerintah terhadap protes-protes anti-pemerintah yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menewaskan lebih dari 300 orang.
Sementara, sebuah badan keamanan negara mengatakan bahwa 200 orang, termasuk para anggota pasukan keamanan, tewas dalam kerusuhan itu. Angka tersebut jauh lebih rendah daripada angka yang diberikan oleh PBB dan kelompok-kelompok hak-hak asasi manusia (HAM).
Protes-protes itu, yang memasuki bulan ketiga, dipicu kematian Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi berusia 22 tahun. Ia tewas dalam tahanan polisi moral yang menegakkan peraturan jilbab di negara itu.
Demonstrasi itu telah bergulir menjadi revolusi populer oleh rakyat Iran yang diikuti semua lapisan masyarakat. Aksi itu memberikan tantangan paling berat bagi pemimpin negara sejak revolusi 1979.
Sementara itu, sebuah video media sosial memperlihatkan pihak berwenang menghancurkan rumah keluarga Elnaz Rekabi. Ia adalah seorang pendaki yang berkompetisi dalam kontes internasional tanpa mengenakan jilbab pada Oktober. Rekabi mengaku ia tidak sengaja, tapi aksinya dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap protes-protes itu.
Media pemerintah pada Sabtu (3/12) mengutip kepala pengadilan di provinsi Zanjan bahwa putusan untuk menghancurkan vila itu telah dikeluarkan empat bulan lalu, karena keluarga itu tidak memiliki izin konstruksi. [vm/ft]