Iran Gunakan Kekerasan dan Politik untuk Desak Pasukan AS Keluar Irak

Konvoi kendaraan militer AS dekat Dahuk, Irak, 21 Oktober 2019. (Foto: dok).

Iran telah lama mengupayakan penarikan pasukan Amerika dari negara tetangganya Irak. Pembunuhan jenderal Iran dan pemimpin milisi Irak di Baghdad oleh Amerika telah menambah dorongan terhadap upaya itu, dengan menyulut perasaan anti-Amerika di mana Teheran berharap dapat memanfaatkannya untuk mencapai tujuannya.

Pembunuhan pada tanggal 3 Januari lalu membuat parlemen Irak menyerukan pengusiran pasukan Amerika dari Irak. Namun banyak pertanyaan yang belum terjawab apakah Iran akan mampu memanfaatkan perasaan anti-Amerika itu.

Ujian awalnya adalah demonstrasi “jutaan orang” menentang kehadiran Amerika, Jumat (23/1), yang diserukan oleh pemimpin Syiah yang berpengaruh, Moqtada-al-Sadr.

Belum jelas apakah demonstran akan mencoba untuk mengulang kembali penyerangan terhadap kedutaan Amerika di Baghdad pada malam Tahun Baru, yang dilakukan oleh milisi yang didukung Iran setelah serangan Amerika yang menewaskan 25 anggota milisi di perbatasan dengan Suriah. Iran mungkin akan berusaha menggunakan protes ini untuk menyatakan niatnya terus menekan pasukan AS di Irak.

Namun para pakar mengatakan bahwa Iran mungkin akan berupaya mengambil peluang untuk mendesakkan rencananya di Irak, terlepas dari pergolakan massal yang menargetkan pemerintahan yang terlibat korupsi serta pengaruh Iran di negara itu.

Penarikan mundur pasukan Amerika dari Irak akan menjadi kemenangan bagi Iran. Teheran telah lama meluncurkan strategi dua arah, yaitu mendukung milisi anti-Amerika yang melancarkan berbagai serangan sambil memberi tekanan politik kepada legislator Irak yang bersimpati pada keinginan Iran itu. [lj/uh]