Seorang mahasiswi Iran yang membuka pakaian dalamnya di Teheran sebagai protes terhadap dugaan pelecehan atas pakaian yang dikenakannya, telah dipindahkan ke “pusat perawatan khusus,” demikian petikan pernyataan Kedutaan Besar Iran di Paris, hari Rabu (6/11).
“Mahasiswi itu menderita kerapuhan psikologis dan dipindahkan dengan ambulans layanan sosial darurat ke pusat perawatan khusus,” tambah pernyataan itu tanpa memberikan rincian lebih lanjut tentang pusat tersebut.
Kekhawatiran semakin besar mengenai keberadaan dan kesejahteraan perempuan muda itu, dan sejumlah aktivis khawatir pihak berwenang justru telah mengurungnya di rumah sakit jiwa.
BACA JUGA: Iran Tahan Mahasiswi yang Lepas Baju Saat Demo Anti-Pelecehan SeksualPernyataan Kedutaan Iran di Paris menggambarkannya sebagai ibu dengan dua anak yang berpisah dari suaminya.
Pihak kedutaan mengatakan, “Setelah pulih, dia akan melanjutkan studinya di universitas. Meskipun, tentu saja, keputusan akhir ada di institusi terkait.”
Dilecehkan Penjaga Keamanan Kampus, Mahasiswi Buka Pakaian
Media berbahasa Persia di luar Iran melaporkan beberapa penjaga keamanan universitas melecehkannya karena apa yang dia kenakan, merobek jilbab dan pakaiannya. Untuk memprotes pelecehan itu, mahasiswi tersebut melepas sebagian besar pakaiannya.
Rekaman video menunjukkan mahasiswi itu dengan sikap menantang berjalan di jalan sebelum beberapa petugas keamanan yang tidak mengenakan seragam datang, dan memasukkannya ke dalam sebuah mobil tanpa tanda pengenal.
BACA JUGA: Ayah Mahsa Amini: 2 Tahun Kematian Putrinya, Pejabat Iran Tetap BungkamAktivis Rujuk Insiden Serupa di Masa Lalu
Para aktivis merujuk beberapa contoh pada masa lalu, ketika pemerintah Iran mengirim perempuan-perempuan yang menunjukkan penolakan terhadap sistem Islam ke institusi-institusi psikiatri, terutama saat demonstrasi besar-besaran di seluruh Iran pada tahun 2022-2023.
Amnesty International pada Selasa malam (5/11) mengatakan laporan bahwa mahasiswi itu “dibawa ke rumah sakit jiwa yang tidak disebutkan namanya sangat mengkhawatirkan”, dan menambahkan bahwa mereka “sebelumnya mendokumentasikan bagaimana pihak berwenang Iran menyamaratakan penolakan atau tentangan terhadap kewajiban berjilbab sebagai ‘gangguan mental’ yang membutuhkan perawatan.”
Bantahan Iran
Di Teheran, pemerintah menepis laporan bahwa insiden itu bermula dari perselisihan mengenai pakaian yang dikenakan mahasiswi tersebut, dan membantah bahwa dia ditangkap dengan kekerasan.
Pernyataan Kedutaan Besar Iran mengatakan “bagi keluarganya, mahasiswi itu membutuhkan perawatan,” dan penting untuk menghormati “martabat, keintiman, dan kehidupan pribadinya”.
Namun video yang memperlihatkan mahasiswi itu berjalan-jalan dengan tenang di Teheran, di tengah-tengah perempuan lain yang mengenakan cadar hitam, bagi banyak orang menjadikannya sebagai ikon perjuangan perempuan Iran bagi hak-hak mereka.
Berdasarkan aturan berpakaian wajib di Iran, perempuan harus mengenakan jilbab dan pakaian longgar di depan umum
Juru kampanye kelompok oposisi Iran yang berbasis di AS, Masih Alinejad, yang selama bertahun-tahun mendorong penghapusan kewajiban jilbab di Iran, mengatakan dia telah diberitahu oleh rekan-rekan mahasiswi itu bahwa dia “tidak benar-benar sehat secara mental, tetapi merupakan seorang perempuan yang bersemangat, berani, gembira dan penuh energi.” [em/lt]