Presiden Iran Ebrahim Raisi, pada Senin (4/9), menyampaikan pujiannya pada negara-negara Afrika yang menolak “kolonialisme.” Hal tersebut ia sampaikan seusai menjalani pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Burkina Faso, yang berkunjung ke Teheran.
Burkina Faso dan Mali saat ini diperintah oleh junta militer yang memutus hubungan militer dengan Prancis, bekas negara kolonial, dan memperkuat hubungannya dengan Rusia.
Niger, yang juga telah mengalami kudeta militer pada bulan Juli lalu, telah ikut diguncang demonstrasi massal yang menyerukan penarikan tentara Prancis.
BACA JUGA: Media: Iran Tutup Water Park karena Izinkan Perempuan Masuk Tanpa JilbabDalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Burkina Faso Olivia Rouamba, Raisi “memuji perlawanan negara-negara Afrika dalam menghadapi kolonialisme dan terorisme,” meski tidak sekali pun menyebut nama Prancis.
Ia lalu memuji sikap negara-negara itu sebagai “sinyal akan kewaspadaan dan kebangkitan,” demikian menurut sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situs kepresidenan Iran.
Pada tahun 2022 lalu saja, Burkina Faso mengalami dua kali kudeta militer, dan junta yang berkuasa saat ini menuntut agar pasukan Prancis mundur dari negara itu.
Dalam pertemuan dengan Rouamba, Raisi mengatakan Iran bersedia “berbagi pengalaman dan pencapaian dengan negara-negara sahabat di Afrika.”
Roumba juga menyampaikan niatnya untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Iran.
BACA JUGA: Presiden Ramaphosa: Tidak Ada Bukti Afrika Selatan Jual Senjata ke RusiaIran telah memperkuat hubungan di seluruh benua Afrika guna mengurangi isolasi dan mengimbangi dampak sanksi yang diterapkan oleh Amerika Serikat pasca penarikan mundur secara sepihak dari perjanjian nuklir yang telah dirundingkan dengan payah pada tahun 2018.
Pada Juli lalu, Raisi memulai tur yang sangat jarang dilakukan seorang pemimpin Iran ke wilayah Afrika, tepatnya ke Kenya, Uganda dan Zimbabwe. [em/jm]