Hari Senin (29/6) tepat satu tahun Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin kelompok militan ISIS, mendeklarasikan apa yang disebut ‘kekhalifahan’ di kawasan yang terbentang antara Suriah timur dan Irak utara dan barat. Kini kawasan itu paling mematikan di dunia dan tumpuan upaya internasional dalam menumpas ekstremis.
Deklarasi itu mengajak Muslim mendukung upaya menyuarakan aspirasi kelompok militan Suni itu, yang memenggal sandera, melakukan serangan bom bunuh diri, memerangi tentara Irak dan Suriah, dan menyatakan bertanggungjawab atas serangan teror di luar negeri, sementara memikat ribuan orang asing agar berjuang untuknya.
ISIS memanfaatkan perang saudara di Suriah dan kemelut politik di Irak untuk merebut kota-kota besar di wilayah itu termasuk ibukota de facto kekhalifannya, Raqqa di Suriah, serta Mosul, Ramadi dan Fallujah di Irak.
Keberadaan ISIS di Suriah memperumit perang yang kini sudah berlangsung empat tahun antara pasukan pemerintah dan berbagai kelompok pemberontak, membuka fron baru dengan tentara, militan dan pemberontak sama-sama memperebutkan wilayah itu sementara korban tewas melonjak melampaui 200 ribu dan jutaan orang mengungsi.
Kekerasan di Irak juga meningkat, dengan korban tewas di antara pasukan keamanan negara itu naik 350 persen dari Mei hingga Juni tahun lalu. Tahun 2014 menjadi tahun paling mematikan di Irak sejak penarikan pasukan tempur Amerika, dan tahun ini tampaknya akan dengan mudah melampaui jumlah total tersebut.