Putusan terkait kematian yang terjadi dalam bentrokan di Kairo Juli lalu antara pendukung Morsi dan pasukan keamanan.
KAIRO —
Sebuah pengadilan Mesir telah menjatuhkan hukuman penjara 10 tahun bagi 102 pendukung presiden terguling Mohamed Morsi karena menimbulkan kerusuhan dan memiliki senjata secara gelap. Banyak hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan-pengadilan Mesir kemudian dikurangi setelah terpidana naik banding.
Keputusan itu, dimana terhukum bisa naik banding, terkait indak kekerasan Juli lalu di distrik al-Zaher, Kairo, yang mengakibatkan seorang laki-laki meninggal. Kematian itu , menurut hukum Mesir, memungkinkan jaksa untuk menuduh para terdakwa melakukan pembunuhan.
Tidak seperti beberapa kasus baru di kota Minya di bagian selatan, tempat ratusan tertuduh dijatuhi hukuman mati, tidak ada putusan keras Sabtu (3/5). Para pengritik internasional mengecam Mesir karena menjatuhkan ratusan hukuman mati dalam kasus-kasus di Minya, tetapi banyak dari putusan itu akan dibatalkan dan kasus-kasus lain akan disidangkan lagi.
Dalam sebuah kasus terpisah, yang disidangkan Sabtu, seorang hakim Mesir membolehkan tiga wartawan yang bekerja untuk televisi Al Jazeera berbahasa Inggris dibebaskan dari kerangkeng untuk berbicara langsung dengan hakim.
Salah seorang dari tiga wartawan itu bertanya kepada hakim tentang proses peradilan atas dirinya, dan menambahkan bahwa sidang pengadilan Sabtu itu justru berlangsung pada Hari Kebebasan Pers Internasional. Belum ada keputusan pengadilan, dan sidang ditunda sampai 15 Mei.
Wartawan keempat, yang juga bekerja untuk Al Jazeera diperintahkan untuk ditahan selama 45 hari, dalam kasus lain.
Abdallah Shamy juga dilaporkan melakukan mogok makan dan Al Jazeera mengatakan, berat badannya turun 40 kilo.
Sabtu adalah hari pertama kampanye bagi pemilu presiden yang akan berlangsung 26 dan 27 Mei, dan Hamdeen Sebahi, yang akan bersaing melawan mantan menteri pertahanan Fattah el-Sissi, berbicara di depan para pendukungnya.
Sebahi mengatakan kepada para hadirin bahwa “kalau dia terpilih, pemerintah akan mengabdi pada rakyat, dan bukannya rakyat yang mengabdi pada pemerintah.
Televisi Al-Arabiya melaporkan bahwa Jenderal Sissi memulai kampanyenya dengan menyampaikan pesan twitter berjudul “Tahiya Masr” atau “Hidup Mesir”.
Keputusan itu, dimana terhukum bisa naik banding, terkait indak kekerasan Juli lalu di distrik al-Zaher, Kairo, yang mengakibatkan seorang laki-laki meninggal. Kematian itu , menurut hukum Mesir, memungkinkan jaksa untuk menuduh para terdakwa melakukan pembunuhan.
Tidak seperti beberapa kasus baru di kota Minya di bagian selatan, tempat ratusan tertuduh dijatuhi hukuman mati, tidak ada putusan keras Sabtu (3/5). Para pengritik internasional mengecam Mesir karena menjatuhkan ratusan hukuman mati dalam kasus-kasus di Minya, tetapi banyak dari putusan itu akan dibatalkan dan kasus-kasus lain akan disidangkan lagi.
Dalam sebuah kasus terpisah, yang disidangkan Sabtu, seorang hakim Mesir membolehkan tiga wartawan yang bekerja untuk televisi Al Jazeera berbahasa Inggris dibebaskan dari kerangkeng untuk berbicara langsung dengan hakim.
Salah seorang dari tiga wartawan itu bertanya kepada hakim tentang proses peradilan atas dirinya, dan menambahkan bahwa sidang pengadilan Sabtu itu justru berlangsung pada Hari Kebebasan Pers Internasional. Belum ada keputusan pengadilan, dan sidang ditunda sampai 15 Mei.
Wartawan keempat, yang juga bekerja untuk Al Jazeera diperintahkan untuk ditahan selama 45 hari, dalam kasus lain.
Abdallah Shamy juga dilaporkan melakukan mogok makan dan Al Jazeera mengatakan, berat badannya turun 40 kilo.
Sabtu adalah hari pertama kampanye bagi pemilu presiden yang akan berlangsung 26 dan 27 Mei, dan Hamdeen Sebahi, yang akan bersaing melawan mantan menteri pertahanan Fattah el-Sissi, berbicara di depan para pendukungnya.
Sebahi mengatakan kepada para hadirin bahwa “kalau dia terpilih, pemerintah akan mengabdi pada rakyat, dan bukannya rakyat yang mengabdi pada pemerintah.
Televisi Al-Arabiya melaporkan bahwa Jenderal Sissi memulai kampanyenya dengan menyampaikan pesan twitter berjudul “Tahiya Masr” atau “Hidup Mesir”.