Israel pada hari Minggu (25/2) memperingatkan mereka mungkin akan mengundurkan diri dari Kontes Lagu Eurovision tahun ini jika pihak penyelenggara menolak mengikutsertakan lagu “October Rain” karena liriknya dianggap terlalu politis.
Eden Golan dan lagunya yang berjudul "October Rain" terpilih untuk berkompetisi dalam kompetisi tahunan yang akan diselenggarakan pada bulan Mei nanti di Malmo, Swedia.
Laporan media mengatakan lagu yang sebagian besar berbahasa Inggris, dengan beberapa kata dalam bahasa Ibrani, merujuk pada para korban serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober di bagian selatan Israel. Hal ini berarti lagu balada tersebut dan Eden Golan – penyanyi Rusia-Israel yang berusia 20 tahun itu – telah melanggar peraturan Eurovision, yang melarang pernyataan politik.
Menurut situs Israel Public Broadcasting Corporation (Kan), yang mempublikasikan lirik lagu itu secara lengkap, “Mereka semua adalah anak-anak yang baik, setiap orang dari mereka.” Lagu itu diakhiri dengan kalimat “tidak ada udara yang tersisa untuk bernafas, tidak ada tempat untukku.”
BACA JUGA: Menlu Retno Serukan Mahkamah Internasional Sebut Pendudukan Israel di Palestina IlegalEuropean Broadcasting Union (EBU) hanya mengatakan, "Saat ini sedang dalam proses mengkaji lirik lagu tersebut" dan keputusan akhir belum diambil. Ditambahkan, "jika sebuah lagu dianggap tidak dapat diterima dengan alasan apapun, lembaga penyiaran kemudian diberi kesempatan untuk mengirimkan lagu baru atau lirik baru, sesuai dengan peraturan kontes itu.”
Kan mengatakan pihaknya sedang "berdialog" dengan EBU tentang tawarannya pada Eurovision sebelum batas waktu pendaftaran 11 Maret. Namun, Kan menyatakan lembaga penyiaran tersebut "tidak berniat untuk mengganti lagu tersebut". "Artinya, jika tidak disetujui oleh European Broadcasting Union, Israel tidak akan berpartisipasi dalam kompetisi itu.”
Noa Kirel dari Israel berada di tempat ketiga dalam Kontes Lagu Eurovision tahun 2023 lalu di Liverpool, Inggris. Sementara tempat pertama dan kedua diduduki oleh Kaarija dari Finlandia dan Loreen dari Swedia.
Kemenangan Loreen ketika itu membawa kompetisi ini kembali ke Swedia, 50 tahun setelah kemenangan ABBA dengan lagu "Waterloo". Israel menjadi negara non-Eropa pertama yang mengikuti Eurovision pada tahun 1973 dan sejak saat itu telah memenangkan kompetisi tersebut sebanyak empat kali, terutama dengan penyanyi transgender Dana International pada tahun 1998.
BACA JUGA: Petroria: “Apartheid” Israel Terhadap Palestina Lebih Buruk dari Afrika SelatanNamun, keikutsertaan dan penyelenggaraan acara ini kerap menuai kontroversi. Pada tahun 2019, band Islandia, Hatari, yang sebelumnya menantang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam pertandingan gulat rakyat Nordik, membuat pernyataan pro-Palestina saat penghitungan suara di Tel Aviv.
Penyelenggara juga pernah mengecam ratu pop Madonna setelah para penarinya melanggar aturan netralitas politik dengan memasang bendera Israel dan Palestina di kostum mereka.
Kompetisi tahun ini dilatarbelakangi perang Israel-Hamas, yang dipicu oleh serangan Hamas ke selatan Israel pada 7 Oktober lalu yang menewaskan sekitar 1.160 orang di Israel. Hamas juga menyandera sekitar 250 orang, yang sebagian besar telah dibebaskan sebagai imbalan dari kesepakatan gencatan senjata bulan November lalu.
Dilanjutkan dengan serangan balasan Israel ke Gaza yang hingga hari Minggu ini sudah menewaskan 29.692 warga Palestina. Dua per tiga korban tewas itu adalah perempuan dan anak-anak. Sementara lebih dari 70.000 orang lainnya luka-luka. [em/jm]