Pasukan Israel pada Minggu (15/12) berpatroli di dalam zona demiliterisasi yang belum lama ini mereka rebut di sepanjang perbatasan dengan Suriah ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana untuk melipatgandakan jumlah populasi Israel di bagian Dataran Tinggi Golan yang dicaplok Israel dari Suriah dalam perang tahun 1967.
Kantor Netanyahu mengatakan bahwa pemerintah Israel dengan suara bulat menyetujui rencana senilai lebih dari US$11 juta (sekitar Rp176 miliar) untuk mendorong pertumbuhan demografi di Golan.
Pengumuman itu menyebutkan bahwa Netanyahu mengajukan rencana tersebut kepada pemerintah “mengingat perang yang terjadi dan garis depan baru yang menghadap Suriah, dan karena keinginan untuk melipatgandakan populasi di Golan.”
Israel pada awal Desember mengirim pasukannya ke zona penyangga yang telah lama berdiri ketika para pemberontak Suriah menggulingkan presiden yang telah lama berkuasa, Bashar al-Assad.
BACA JUGA: Pihak Berwenang Suriah Buka Kembali SekolahArab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yordania mengutuk serbuan Israel tersebut.
Para pemimpin Israel mengatakan tindakan itu merupakan langkah keamanan sementara mengingat ketidakstabilan di Suriah.
Di tengah kekacauan di Suriah, serangan udara Israel diluncurkan ke ratusan target situs militer di seluruh Suriah.
Pemimpin de facto Suriah, Ahmad al-Shaara, mengatakan pada Sabtu (14/12) bahwa Israel menggunakan dalih palsu untuk membenarkan serangannya terhadap Suriah.
Ia juga mengatakan bahwa ia tidak tertarik terlibat dalam konflik baru karena negaranya sedang fokus pada upaya pembangunan kembali.
Sharaa, yang lebih dikenal dengan nama Abu Mohammed al-Golani, merupakan pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang beraliran Islam, kelompok yang menyingkirkan Assad dari tampuk kekuasaan pada 8 Desember lalu – mengakhiri kekuasaan keluarga tersebut selama lima dekade terakhir.
Israel mencaplok sebagian wilayah Dataran Tinggi Golan pada tahun 1981.
Suriah sejak lama menolak klaim Israel atas wilayah tersebut, tetapi upaya-upaya untuk mencapai perjanjian damai selama ini berakhir gagal.
Pada tahun 2019, presiden AS saat itu, Donald Trump, menyatakan dukungan Amerika Serikat terhadap kedaulatan Israel atas Golan.
Akan tetapi, pencaplokan tersebut belum diakui oleh sebagian besar negara di dunia. [rd/ka]