Israel akan menggelar pemilu nasional kelima dalam waktu kurang dari empat tahun, dan pemilihan tersebut kembali diadakan sebagai referendum tentang kelayakan mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memerintah.
Netanyahu terus berkampanye sementara dirinya sedang diadili atas tuduhan korupsi.
Sebagai pemimpin oposisi Israel, ia menggambarkan dirinya sebagai korban perburuan politik dan berjanji untuk mereformasi sistem hukum yang ia anggap sangat bias terhadapnya.
Sementara lawan utamanya, Perdana Menteri sementara Yair Lapid, menampilkan dirinya sebagai sosok yang penuh kesopanan dan suara pemersatu bangsa.
Dalam sistem politik Israel yang terpecah-belah, baik Netanyahu maupun Lapid kemungkinan diprediksi tidak akan memenangkan mayoritas langsung di Knesset atau parlemen yang memiliki 120 kursi.
Hal tersebut berarti masing-masing kandidat harus beralih ke sekutu yang lebih kecil dengan harapan mengamankan 61 kursi yang dibutuhkan untuk membentuk pemerintahan baru. Jajak pendapat mengatakan, persaingan terlalu ketat untuk ditebak.
"Apakah Netanyahu kembali berkuasa? Ini adalah pertanyaan yang dipikirkan orang Israel hari ini, namun saya pikir pemilu ini bukan hanya tentang Netanyahu" kata Dr. Gayil Talshir, dosen senior ilmu politik di Universitas Hebrew.
Your browser doesn’t support HTML5
Seorang kandidat yang pamornya melonjak dalam jajak pendapat menjelang pemilihan parlemen November adalah anggota parlemen ekstremis Israel, Itamar Ben-Gvir yang pernah tersingkir dari kancah politik Israel.
Ben-Gvir, 46, menyebut rekan-rekan Arabnya sebagai "teroris." Dia ingin mendeportasi lawan politiknya, dan pada masa mudanya ia berpandangan sangat ekstrem sehingga dilarang mengikuti wajib militer. [ps/rs]