Badan Keamanan Dalam Negeri Israel, yang dikenal dengan Shin Bet dalam dua bulan terakhir, melacak ponsel setiap orang untuk mengamati siapa yang kemungkinan telah berhubungan dengan pasien virus corona. Meskipun beberapa kelompok HAM telah mengajukan keprihatinan dengan privasi, sebagian besar warga Israel mendukung langkah-langkah tersebut, dan pengadilan tertinggi negara itu memutuskan untuk memastikan langkah-langkah itu tidak permanen.
Polisi mendatangi tiap rumah di Israel, untuk memastikan setiap orang yang telah berhubungan dengan pasien COVID-19 berada dalam status isolasi di rumah. Mereka mendapat informasi itu dari pelacakan ponsel, sebuah teknologi yang dikembangkan untuk melawan terorisme.
Juru bicara Kepolisian Nasional Israel, Micky Rosenfeld mengatakan, "Setelah keputusan pemerintah tentang penggunaan lebih banyak alat untuk mencari individu itu, kami sekarang akan menggunakan kemampuan melacak individu lewat ponsel mereka, yang pada kenyataannya hanya digunakan dalam beberapa tahun terakhir di Israe, ketika kami berurusan dengan terorisme, dalam upaya mencari teroris yang sedang dalam perjalanan melakukan serangan. Tetapi jika perlu, kami juga akan menggunakan alat itu."
BACA JUGA: Israel akan Lanjutkan Aneksasi Kawasan Tepi BaratPara pakar keamanan Israel mengatakan, mereka menyadari kekhawatiran yang wajar tentang privasi itu, tetapi virus corona merupakan situasi darurat nasional.
Selain operasi polisi dan Shin Bet, Menteri Pertahanan Israel yang mengundurkan diri, Naftali Bennett mengajukan rencana pelacakan komprehensif yang melibatkan perusahaan swasta Israel NSO, yang telah dituntut Amnesty International dan layanan pesan WhatsApp, atas pelanggaran HAM dan privasi. Namun rencana itu ditolak oleh komite keamanan Parlemen.
Kelompok-kelompok hak-hak sipil menantang langkah-langkah darurat itu di Mahkamah Agung, yang memerintahkan Shin Bet menghentikan operasinya pada akhir Mei, kecuali jika disetujui oleh Parlemen. Para pejabat pemerintah mengklaim tindak pengawasan itu membantu mereka menemukan sekitar 5.500 orang yang tertular virus corona dan menempatkan mereka dalam isolasi.
Tehila Schwartz Altshuler, dari Institut Demokrasi Israel mengatakan, "Pengawasan memang buruk dari segi kebijakan umum, tetapi lebih buruk lagi jika dilakukan oleh Agen Rahasia. Dan alasan untuk itu adalah pengawasan dan transparansi. Kami ingin memastikan bahwa hanya data yang sangat penting dikumpulkan. Kami memastikan orang yang tidak diawasi dan tidak punya wewenang tidak memiliki akses ke data itu. Kami ingin memastikan bahwa semua data itu akan dihapus setelah pandemi corona berakhir."
BACA JUGA: Peran Warga Arab dalam Penanganan Pandemi Covid-19 di IsraelWarga Israel keturunan Arab sangat khawatir bahwa informasi yang dikumpulkan itu dapat digunakan untuk mendiskriminasi komunitas mereka.
Dan ketika ancaman virus corona mereda, setidaknya sekarang ini, sebagian orang di Israel mengatakan sudah waktunya untuk berhenti menggunakan pengawasan terhadap warga Israel dan mengembalikan perannya untuk memerangi terorisme. [ps/jm]