Pasukan Israel pada Kamis (19/9) malam melancarkan serangan paling intens mereka ke wilayah selatan Lebanon dalam perang selama hampir satu tahun terakhir, meningkatkan ketegangan antara kedua negara meskipun terdapat seruan internasional kepada kedua pihak untuk tetap tenang.
Dalam operasi itu, militer Israel mengatakan jet-jet tempurnya menyerang sekitar 100 peluncur roket ganda di Lebanon selatan yang akan segera ditembakkan ke Israel.
Sejauh ini belum ada laporan mengenai jatuhnya korban jiwa. Serangan itu terdiri atas lebih dari 52 gempuran di Lebanon selatan setelah pukul 9 malam waktu setempat, menurut kantor berita negara Lebanon NNA.
Serangan itu terjadi meskipun terdapat seruan internasional bagi keduanya untuk menahan diri. Inggris telah menyerukan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah. Dan Amerika Serikat “takut dan khawatir akan potensi eskalasi,” kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre kepada wartawan.
BACA JUGA: Bulgaria Bantah Kirim Perangkat Peledak yang Meledak di LebanonSebelumnya pada Kamis, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah mengakui bahwa serangan peledak mematikan minggu ini di Lebanon pada perangkat komunikasi kelompok militan itu merupakan “pukulan telak,” seraya menyatakan bahwa Israel telah melewati “garis merah” dalam melaksanakan operasi tersebut.
Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 32 orang dan melukai 3.000 lainnya ketika militan Hizbullah yang tidak curiga dan yang lainnya menjawab pesan di pager (penyeranta) mereka dan mencoba melakukan percakapan di walkie-talkie mereka, tetapi kemudian walkie-talkie tersebut meledak di tangan mereka.
Serangan tersebut, yang terjadi pada Selasa (17/9) dan Rabu (18/9), secara luas diyakini dilakukan oleh Mossad, badan intelijen Israel, meskipun Israel tidak membenarkan atau membantah keterlibatannya.
“Ya, kami menjadi sasaran pukulan yang besar dan telak,” kata Nasrallah. “Musuh melewati semua batas dan garis merah.”
Seperti biasa, Nasrallah berbicara melalui video dari lokasi yang dirahasiakan. Hizbullah yang didukung Iran biasanya mengadakan rapat umum bagi para pendukungnya untuk menyaksikan pidatonya di layar lebar, tetapi kali ini tidak.
Karena kerusakan yang mematikan akibat serangan tersebut, Lebanon telah melarang penumpang yang terbang dari bandara internasional Beirut membawa pager atau walkie-talkie di dalam pesawat mereka. Larangan tersebut juga berlaku untuk barang bawaan di bagasi dan barang bawaan ke kabin, serta kargo.
Di Paris, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Amerika Serikat tidak ingin “melihat tindakan eskalasi” di Lebanon yang mempersulit tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Hamas untuk menghentikan pertempuran di Gaza.
“Ada masalah nyata yang perlu diselesaikan terkait Israel Utara dan Lebanon Selatan, yaitu fakta bahwa sejak 8 Oktober [sehari setelah perang di Gaza dimulai], Hizbullah telah menembakkan roket ke Israel. Israel membalasnya,” kata Blinken. “Penduduk di kedua wilayah Israel utara dan Lebanon selatan harus meninggalkan rumah mereka, dan kita semua ingin melihat mereka dapat kembali ke rumah mereka, dan itu memerlukan lingkungan yang aman.”
Pakar keamanan di Timur Tengah dan Amerika Serikat mengatakan kepada media AS minggu ini bahwa mereka percaya bahwa agen-agen Israel mencegat pengiriman pager dari sebuah perusahaan di ibu kota Hungaria, Budapest, dan menambahkan bahan peledak ke perangkat tersebut sebelum tiba di Lebanon dan dibagikan oleh Hizbullah.
Serangan pager dan walkie-talkie tersebut menyusul pengumuman Israel bahwa mereka memperluas tujuannya dalam perang melawan militan Hamas di Gaza yang mencakup pengamanan Israel utara dari serangan roket Hizbullah. [lt/jm]
Beberapa informasi dalam laporan ini berasal dari The Associated Press, Agence France-Presse dan Reuters.