Serangan udara Israel menghantam beberapa kota di Lebanon selatan dan Lembah Bekaa pada Rabu (6/11)), menewaskan dan melukai puluhan orang, sementara pemimpin baru Hizbullah memperingatkan bahwa pasukannya akan terus memerangi Israel hingga mereka dipaksa untuk memohon perdamaian.
“Kami akan membuat musuh berupaya meminta diakhirinya agresi,” kata Naik Kassem dalam pidato yang direkam sebelumnya dari sebuah lokasi yang tidak diungkapkan.
Ia mengatakan mungkin terdapat jalan menuju perundingan tidak langsung jika Israel menghentikan serangan-serangannya.
“Ketika musuh memutuskan untuk menghentikan agresi, ada jalur bagi perundingan yang telah kami rumuskan dengan jelas – perundingan tidak langsung melalui negara Lebanon dan ketua [parlemen Nabih] Berri,” kata Kassem.
Di provinsi Baalbek-Hermel di bagian timur, Gubernur Bachir Khodr mengatakan di platform media sosial X bahwa sedikitnya 40 serangan Israel telah menewaskan 38 orang dan melukai 54 lainnya. Ia mengatakan pekerjaan untuk menyingkirkan reruntuhan masih berlangsung di berbagai lokasi.
BACA JUGA: Jumlah Korban Tewas di Pihak Lebanon dalam Perang Hizbullah-Israel Lampaui 3.000Kubu pertahanan Hizbullah di pinggiran selatan Beirut juga menjadi target sedikitnya empat serangan udara pada hari Rabu, menyusul perintah militer Israel bagi para warga untuk meninggalkan daerah itu. Belum ada laporan segera mengenai jumlah korban.
Korban tewas di Lebanon melampaui jumlah 3.000 pada hari Senin (4/11), dalam konflik antara Israel dan Hizbullah yang telah berlangsung selama 13 bulan. Sebagian besar korban tewas sejak permusuhan meningkat dramatis pada pertengahan September dan pasukan Israel memasuki Lebanon Selatan pada 1 Oktober lalu. Lebih dari 1 juta orang telah mengungsi.
Di bagian utara dan tengah Israel, suara sirene terdengar, termasuk di daerah Tel Aviv, ketika Hizbullah meluncurkan 10 roket ke arah Israel. Tidak ada laporan mengenai korban.
Gaza
Sementara itu di bagian utara Jalur Gaza, di mana pasukan Israel telah meningkatkan serangan mereka yang menargetkan para anggota Hamas dalam satu bulan terakhir, PBB memperkirakan 100.000 orang telah mengungsi belakangan ini.
“Antara 75.000 dan 95.000 orang diperkirakan masih berada di Gaza utara. Jumlah kematian di sana selama satu bulan terakhir diperkirakan mencapai ratusan,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan.
Di sisi positifnya, gerakan vaksinasi polio besar-besaran di wilayah Jalur Gaza telah berakhir pada hari Selasa (5/11). Dujarric mengatakan di Gaza tengah, tercapai cakupan 103% , yang berarti lebih banyak anak-anak berusia 10 tahun ke bawah yang divaksinasi daripada yang diperkirakan sebelumnya. Di Gaza selatan, 91% anak-anak menerima dosis ganda vaksin oral itu. Tetapi di Gaza utara, karena kurangnya akses akibat pertempuran, hanya tercapai 88% cakupan.
Upaya itu dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia, dana anak-anak PBB (UNICEF) serta badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
Tekanan terhadap UNRWA
Di PBB pada Rabu, Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini meminta dukungan internasional menyusul disetujuinya dua undang-undang baru di Israel pada 28 Oktober lalu yang ingin melarang keberadaan badan PBB itu. Keduanya akan mulai berlaku awal tahun depan.
“Selama setahun terakhir, UNRWA telah menjadi penyelamat bagi orang-orang di Gaza,” kata Lazzarini dalam pertemuan di Majelis Umum. “Ini adalah satu-satunya pilar kehidupan mereka yang masih tersisa”
Ia mengatakan jika Israel berhasil membubarkan UNRWA, kondisi tersebut akan mengakibatkan runtuhnya tanggapan kemanusiaan PBB bagi rakyat Palestina, yang sangat mengandalkan infrastruktur UNRWA yang telah lama berdiri.
“Tanpa intervensi negara-negara anggota, UNRWA akan runtuh, menjerumuskan jutaan orang Palestina ke dalam kekacauan,” katanya.
BACA JUGA: Bagaimana Reaksi Timur Tengah Terhadap Kemenangan Donald Trump?Para pejabat Israel telah bertahun-tahun mengkritik UNRWA, menuduh bahwa Hamas menggunakan sekolah-sekolahnya untuk aktivitas teroris dan mempromosikan kurikulum anti-Israel. Setelah serangan teror Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Israel, retorika tersebut kemudian meningkat dan pada Januari lalu, Israel menuduh 12 staf UNRWA terlibat dalam serangan teror itu. Para staf tersebut segera dipecat, dan investigasi internal dilakukan.
Israel sejak itu mengemukakan tuduhan terbuka lebih jauh terhadap beberapa staf UNRWA, tetapi badan PBB itu menyatakan tidak menerima bukti atau informasi apa pun untuk ditindaklanjuti.
Duta Besar Israel Danny Danon Rabu mengatakan “sudah waktunya meninggalkan” UNRWA.
“Saya sering berbicara mengenai masa depan Gaza tanpa Hamas. Hal yang sama berlaku untuk UNRWA,” katanya di Majelis Umum. “Tanpa UNRWA, anak-anak Gaza mungkin belajar perdamaian, bukan kebencian.”
“Serangan terhadap PBB ini bukan hanya kampanye untuk mencemarkan nama baik, ini juga memiliki dampak nyata,” kata utusan Palestina Riyad Mansour, seraya mencatat tewasnya 238 staf UNRWA di Gaza, penahanan beberapa staf oleh Israel, dan serangan terhadap berbagai fasilitas UNRWA, termasuk tempat-tempat penampungan bagi para pengungsi. [uh/ab]
Koresponden VOA untuk PBB Margaret Besheer berkontribusi ke dalam laporan ini. Beberapa informasi lainnya berasal dari The Associated Press dan Reuters.