Israel Serang Beirut dan Gaza Setelah Rudal Menghantam Utara Israel

Mohamed al-Dalu sedang menunggu di lokasi tempat saudaranya, Shaban, tewas dalam kebakaran setelah serangan Israel menghantam area tenda di halaman rumah sakit Al Aqsa Martyrs di Deir al-Balah, Jalur Gaza, 16 Oktober 2024. (Foto: AP)

Tekad Israel dan musuhnya, Hamas dan Hizbullah, untuk melanjutkan pertempuran menggugurkan harapan bahwa kematian pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, pekan lalu dapat mendorong gencatan senjata di Gaza dan Lebanon serta mencegah eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah.

Israel meluncurkan serangan terhadap fasilitas senjata yang diklaim sebagai milik Hizbullah di selatan Beirut pada Sabtu (19/10), setelah kelompok bersenjata Lebanon tersebut menembakkan roket ke utara Israel. Juru bicara Israel juga mengungkapkan bahwa sebuah drone menghantam rumah liburan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Tenaga medis dan media Hamas di Gaza melaporkan bahwa serangan udara Israel telah mengakibatkan lebih dari 100 orang tewas di seluruh wilayah pesisir, sementara pengepungan di sekitar tiga rumah sakit semakin ketat.

Tekad Israel dan musuhnya, Hamas dan Hizbullah, untuk melanjutkan pertempuran menggugurkan harapan bahwa kematian pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, pekan lalu dapat mendorong gencatan senjata di Gaza dan Lebanon serta mencegah eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah.

Asap mengepul di dekat potret raksasa mendiang komandan militer Hizbullah Imad Mughniyeh setelah sebuah gedung terkena serangan udara Israel di Dahiyeh, pinggiran selatan Beirut, Lebanon, 20 Oktober 2024. (Foto: AP)

Sebelumnya kantor media hamas melaporkan erangan udara Israel di Beit Lahiya, Gaza utara, pada Sabtu (19/10), menewaskan setidaknya 73 orang. Tidak ada angka korban resmi yang segera diumumkan oleh kementerian kesehatan, tetapi Medway Abbas, seorang pejabat senior di kementerian kesehatan, menyatakan bahwa angka tersebut akurat.

Militer Israel mengatakan sedang menyelidiki insiden tersebut, tetapi menegaskan bahwa angka korban yang dikeluarkan oleh kantor media Hamas dibesar-besarkan. Mereka menyatakan bahwa angka tersebut tidak sesuai dengan informasi mereka sendiri, jenis amunisi yang digunakan, atau keakuratan serangan, yang menurut mereka ditujukan pada target Hamas.

Pejabat kesehatan Palestina mengatakan operasi penyelamatan terhambat oleh pemutusan layanan telekomunikasi dan internet untuk hari kedua. Sebelumnya pada hari itu, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan militer Israel menewaskan 35 warga Palestina di seluruh wilayah kantong itu.

"Ini adalah perang genosida dan pembersihan etnis. Pendudukan telah melakukan pembantaian yang mengerikan di Beit Lahiya," kata kantor media Hamas.

BACA JUGA: Netanyahu Hadapi Tekanan Akhiri Perang Gaza Usai Sinwar Tewas

Warga dan petugas medis menyebutkan bahwa pasukan Israel telah memperketat pengepungan di Jabalia, kamp terbesar di wilayah tersebut. Mereka juga mengirim tank ke Beit Hanoun dan Beit Lahiya, serta mengeluarkan perintah evakuasi bagi penduduk.

Pejabat Israel mengatakan perintah evakuasi ditujukan untuk memisahkan pejuang Hamas dari warga sipil dan membantah adanya rencana sistematis untuk mengusir warga sipil dari Jabalia atau wilayah utara lainnya.

Di Jabalia, penduduk melaporkan bahwa pasukan Israel mengepung beberapa tempat penampungan yang menampung keluarga pengungsi sebelum menyerbu dan menahan puluhan pria. Rekaman yang beredar di media sosial, meski belum bisa diverifikasi oleh Reuters, menunjukkan puluhan pria Palestina duduk di tanah di dekat sebuah tank, sementara yang lain digiring oleh seorang tentara ke tempat berkumpul.

Kerusakan di lokasi serangan udara Israel yang menargetkan lingkungan Rouweiss di pinggiran selatan Beirut pada 10 Oktober 2024. (Foto: AFP)

Warga dan pejabat medis melaporkan bahwa pasukan Israel mengebom rumah-rumah dan mengepung rumah sakit, memblokir pasokan medis dan makanan untuk memaksa penduduk meninggalkan kamp.

Pejabat kesehatan mengatakan mereka menolak perintah tentara Israel untuk mengevakuasi rumah sakit atau meninggalkan pasien, banyak yang dalam kondisi kritis, tanpa pengawasan.

"Rumah sakit di Gaza utara sangat kekurangan pasokan medis dan tenaga kerja serta kewalahan dengan banyaknya korban," kata Hussam Abu Safiya.

“Kami sekarang harus memilih siapa di antara yang terluka yang perlu kami tangani lebih dulu, dan beberapa di antaranya meninggal karena kami tidak bisa merawat mereka,” katanya. [ah/ft]