Israel pada Jumat (15/3) menyetujui potensi penyerangan Kota Rafah di Gaza. Namun, Israel juga menjaga kemungkinan gencatan senjata dengan rencana mengirim delegasi lain ke Qatar untuk melakukan pembicaraan mengenai kemungkinan kesepakatan pembebasan sandera dengan Hamas.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia menyetujui rencana penyerangan kota di tepi selatan wilayah kantong Palestina yang sebetulnya telah luluh lantak. Di tempat itu tersebut, terdapat lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduknya berlindung setelah perang selama lima bulan.
Pada prinsipnya, para sekutu global dan kritikus menyerukan kepada Netanyahu untuk menunda serangan terhadap Rafah karena khawatir akan terjadi banyak korban sipil. Namun, Israel menyatakan bahwa Rafah adalah salah satu benteng terakhir Hamas yang mereka janjikan akan dilenyapkan, dan penduduknya akan dievakuasi.
Di Washington, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan AS belum mengetahui rencana terkait Rafah. Dia mengatakan pada pengarahan rutin bahwa usulan gencatan senjata untuk penyanderaan berada dalam batas-batas yang mungkin dilakukan. Ia juga menyatakan optimismenya terkait hal itu.
Hamas telah menyampaikan proposal gencatan senjata di Gaza kepada mediator dan AS. Usula tersebut mencakup pembebasan sandera Israel dengan imbalan kebebasan bagi tahanan Palestina, 100 di antaranya menjalani hukuman seumur hidup, menurut proposal yang dilihat oleh Reuters.
Sebuah pernyataan dari kantor Netanyahu mengenai rencana serangan Rafah mengatakan tuntutan Hamas untuk pembebasan sandera masih tidak realistis. Namun delegasi Israel tetap akan bertolak ke Doha setelah kabinet keamanan membahas posisinya.
Pernyataan Israel mengatakan Pasukan Pertahanan Israel sedang "bersiap secara operasional dan untuk evakuasi penduduk" di Rafah.
Laporan tersebut tidak memberikan kerangka waktu dan tidak ada bukti adanya persiapan tambahan di lapangan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada wartawan di Austria bahwa AS perlu melihat rencana yang jelas dan dapat dilaksanakan dari Israel untuk Rafah, termasuk untuk menyelamatkan warga sipil dari bahaya.
Para perunding pekan ini gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata tepat pada bulan suci Ramadan. Mediator Washington dan Arab masih bertekad mencapai kesepakatan untuk mencegah serangan terhadap Rafah dan membiarkan makanan masuk untuk mencegah bencana kelaparan.
Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri menuduh Netanyahu "bermanuver...untuk melakukan lebih banyak kejahatan genosida."
BACA JUGA: Blinken: Ada 'Kemungkinan, Urgensi' dalam Pembicaraan Gencatan Senjata di Gaza“Dia tidak tertarik untuk mencapai kesepakatan,” katanya kepada Reuters.
Israel menolak klaim genosida, dan mengatakan bahwa pihaknya murni berfokus pada penghancuran semua anggota Hamas.
Ada meningkatnya konflik antara Washington dan Israel, yang menurut pejabat di lingkungan pemerintahan Presiden Joe Biden, memicu pertikaian tanpa memperhatikan dampaknya terhadap warga sipil.
Pemimpin Mayoritas Senat AS Chuck Schumer, pejabat tertinggi Yahudi terpilih di AS dan pemimpin Partai Demokrat yang mengusung Biden, pada Kamis menyerukan agar Israel menggantikan Netanyahu, yang kebijakan garis kerasnya menurutnya merusak kedudukan internasional Israel.
Biden mengatakan pada umat bahwa Schumer telah menyampaikan "pidato yang bagus" dan banyak orang AS yang memiliki keprihatinan yang sama.
Di pusat Kota Gaza pada Jumat malam, serangan udara Israel menghancurkan sebuah bangunan tempat tinggal tujuh lantai, menewaskan atau melukai beberapa orang, kata juru bicara layanan darurat sipil di sana. Dia mengatakan pekerja darurat sedang mencari korban di reruntuhan.
Penawaran Hamas
Lebih dari dua minggu setelah menerima proposal gencatan senjata yang disetujui Israel, Hamas pada Kamis menyampaikan proposal formal pertama kepada mediator dalam lebih dari sebulan.
Seperti proposal sebelumnya dari kedua belah pihak, tawaran tersebut, yang dilihat Reuters pada Jumat, memperkirakan puluhan sandera Israel akan dibebaskan sebagai imbalan atas ratusan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Hal itu dilakukan selama gencatan senjata selamat beberapa pekan yang juga akan mengizinkan bantuan masuk.
Hamas juga menyerukan perundingan pada tahap selanjutnya untuk mengakhiri perang. Namun, Israel mengatakan pihaknya hanya bersedia merundingkan gencatan senjata sementara.
BACA JUGA: Puluhan Warga Palestina Tewas Ketika Menunggu Bantuan di GazaMeskipun Israel tidak menerima tawaran tersebut, gambaran mereka mengenai persyaratan tersebut sebagai “masih tidak realistis” lebih lunak dibandingkan tanggapan mereka terhadap tawaran Hamas sebelumnya bulan lalu, yang oleh Netanyahu disebut sebagai “delusi.”
Anggota kabinet keamanan Israel dan Menteri Persatuan Nasional Chili Tropper mengatakan masih ada kesenjangan besar antara posisi Israel dan Hamas.
“Kita harus jujur kepada masyarakat, jika kita mencapai kesepakatan yang akan memulangkan anak-anak kita ke rumah mereka, maka hal itu akan menimbulkan konsekuensi yang berat,” katanya kepada N12 News.
“Hal ini tidak memerlukan biaya apa pun, tetapi kita juga tidak boleh menyesatkan. Untuk mengembalikan orang-orang ini, yang gagal kita lindungi pada 7 Oktober, kita harus membayar mahal. Berapa biayanya? Saya akan menyerahkannya pada pembicaraan yang tertutup." [ah/ft]