Istri Terduga Teroris Ledakkan Bom Bunuh Diri, Anaknya Diduga Turut Jadi Korban

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo saat memberikan keterangan terkait ledakan bom bunuh diri yang dilakukan istri terduga teroris Abu Hamzah di Sibolga, Rabu (13/3). (foto: VOA/Anugrah Andriansyah).

Polisi menyebut istri dari terduga teroris Abu Hamzah yang ditangkap di Sibolga, Sumatera Utara, Selasa (12/3) melakukan bom bunuh diri di rumahnya. Istri Abu Hamzah dan ketiga anaknya diduga menjadi korban. Saat ini polisi masih melakukan upaya sterilisasi di lokasi kejadian.

Ledakan bom bunuh diri terjadi sekitar pukul 01.30 WIB, Rabu (13/3) di Jalan KH Ahmad Dahlan, Gang Sekuntum Kelurahan Pancuran Bambu, Kecamatan Sibolga Sambas, Kota Sibolga, Sumatera Utara, yang merupakan rumah dari terduga teroris Abu Hamzah yang ditangkap Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Ledakan tersebut diduga dilakukan istri Abu Hamzah yang enggan menyerahkan diri. Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Polisi Dedi Prasetyo mengatakan akibat ledakan tersebut istri dan anak Abu Hamzah diduga meninggal dunia.

Namun hingga laporan ini disampaikan, polisi belum bisa memastikan berapa jumlah korban akibat ledakan tersebut. Diduga ledakan tersebut berasal dari jenis bom lontong atau menggunakan pipa paralon yang berisi potasium, serpihan paku dan baut.

Your browser doesn’t support HTML5

Istri Terduga Teroris Ledakan Bom Bunuh Diri, Anaknya Diduga Turut Jadi Korban

"Sekitar jam 01.30 WIB yang bersangkutan meledakkan diri mengakibatkan bersama anaknya diduga meninggal dunia. Saat ini tim sedang melakukan sterilisasi di lokasi. Labfor dan INAFIS juga melakukan olah TKP. Kami belum berani masuk ke dalam TKP karena diduga masih ada benda-benda bom yang bisa membahayakan keselematan aparat," kata Dedi di Medan, Rabu (13/3)

Lanjut Dedi, sebelum ledakan terjadi proses negosiasi yang alot. Polisi membutuhkan waktu 10 jam hanya untuk melakukan pendekatan persuasif agar istri Abu Hamzah bersedia keluar rumah dan menyerahkan diri. Tapi negosiasi tersebut tidak berjalan mulus, alhasil istri Abu Hamzah meledakkan bom bunuh diri.

"Tim dari Densus maupun dari Polda Sumut bekerja sama dengan seluruh tokoh masyarakat yang ada di Sibolga sudah melakujan imbauan secara persuasif dan negosiasi kurang lebih selama 10 jam. Tidak henti-hentinya kita mengimbau dibantu juga dengan pihak keluarga untuk istri terduga terorisme untuk menyerahkan diri karena di situ ada anak-anak. Tapi imbauan yang kita lakukan tidak menggoyahkan ideologi ibu tersebut yang memang informasi dari suaminya jauh lebih keras terpapar oleh paham ISIS," jelas Dedi.

Menurut Dedi, dari aksi penangkapan terduga teroris di Sibolga tim Densus 88 Antiteror mengamankan 3 orang. Penangkapan tersebut merupakan hasil dari pengembangan tertangkapnya terduga teroris di Lampung berinisial RIN, beberapa hari lalu. Dari penangkapan terduga teroris di Sibolga, polisi juga menemukan sejumlah bom rakitan.

"Yang diamankan di Sibolga tiga orang. Ini rangkaian dari penangkapan pelaku terorisme R alias P yang ada di Lampung, Sabtu kemarin. Jadi, di Lampung kami juga menemukan bom. Cuma bom yang di Lampung jenis lontong/paralon itu tidak sebanyak di Sibolga. Di Sibolga cukup banyak, yang terakit atau belum. Tujuan mereka adalah untuk melakukan amaliyah, sasarannya adalah aparat keamanan," ucap Dedi.

Pengamat terorisme, Stanislaus Riyanta mengatakan fenomena bom bunuh diri membawa anak-anak pertama kali muncul tahun lalu di Surabaya. Hal baru ini menunjukkan bahwa pelaku bom bunuh diri merupakan kelompok jaringan terorisme yang berafiliasi ke ISIS.

"Ini berkembang lagi, bahwa ini perempuannya inisiatif melakukan bom bunuh diri. Ini adalah hal yang baru dan unik. Ini karakteristik kelompok ISIS. Kalau kelompok lain tidak. Ada dua arus di Indonesia yaitu kelompok Al-qaeda dan ISIS. Kalau Al-qaeda dengan jelas melarang keterlibatan anak-anak dan perempuan tapi ISIS memperbolehkan. Ini hal baru dan harus diwaspadai karena tidak hanya seperti itu, kelompok radikal tersebut bermigrasi. Mereka menjadi sel-sel kecil termasuk keluarga. Mereka muncul dalam fenomena lone wolf. Jadi mereka sebagai kelompok radikal yang muncul sendiri, sulit dideteksi. Mereka teradikalisasi secara mandiri melalui media internet, ini yang harus kita waspadai," jelas Stanislaus kepada VOA.

Sementara itu, mantan narapidana kasus terorisme, Khairul Ghazali mengatakan fenomena membawa anak-anak dalam aksi bom bunuh diri bukan hal baru. Ghazali, yang pernah ditangkap Densus 88 Antiteror karena terlibat dalam perampokan Bank CIMB Niaga di Kota Medan dan juga terlibat kasus penyerangan terhadap Polsek Hamparan Perak pada tahun 2010 ini, menuturkan para pelaku bom bunuh diri terinspirasi dari luar negeri.

"Itu fenomena yang sudah lama bukan hal baru. Luar negeri sudah biasa itu di Afghanistan, Suriah, Irak, Palestina, dan Mesir. Terinspirasi saja yang di Indonesia dari fenomena dari luar negeri, terutama Timur Tengah. Mereka lakukan karena semangat jihad," ungkap Ghazali kepada VOA. [aa/em]