Inisiator Gerakan Gabungan Elemen Rakyat (Gerak), Kivlan Zen dan Eggi Sudjana beserta massa yang kurang lebih berjumlah 200 orang ini berkumpul di depan kantor Bawaslu RI ,Jakarta, Kamis (9/5) sore ini. Mereka menuntut calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Jokowi-Maruf agar didiskualifikasi dari Pilpres 2019 ini.
Eggi Sudjana yang datang ke kantor Bawaslu RI sedianya ingin bertemu dengan pihak Bawaslu untuk bertemu dan melaporkan berbagai kecurangan, serta menuntut agar Jokowi-Maruf didiskualifikasi, namun karena pihak kepolisian tidak mengizinkannya masuk. Pertemuan pun batal.
BACA JUGA: Prabowo Prihatin atas Upaya Kriminalisasi Tokoh PendukungnyaMenurut Eggi, berdasarkan UU Pemilu, Bawaslu dan KPU bisa mendiskualifikasi paslon 01 tersebut karena telah melakukan banyak kecurangan, termasuk kasus surat suara tercoblos 01 di Malaysia sebelum pemungutan suara.
"Saya tidak mempersoalkan presiden, yang saya persoalkan adalah capres, kalau capres hukumnya sama dengan kita, pasal 27 ayat 1. Setiap orang sama kedudukannya dalam pemerintahan dan hukum tanpa kecuali. Jadi Jokowi hendaklah pakai konsep tahu diri, seperi pendahulunya. Siapa? Seokarno tahu diri sudah dipersoalkan oleh people power dia keluarkan perintah 11 Maret. Soeharto dengan people power, membuat pengunduran dirinya. Habibie tidak diterima laporan pertanggungjawabannya dia tidak paksakan untuk jadi presiden, kemudian yang terbaik lagi Gus Dur sudah dikepung Istana dia tidak pernah memerintahkan bansernya sudah punya pasukan berani mati untuk melawan rakyatnya, dia legowo dalam konteks dilengserkan oleh DPR. Jadi ini satu bukti orang-orang presiden kita tahu diri. Sekarang semua sudah tahu ini pemilu curang, betul-betul dan sudah banyak yang mati petugas KPPS 522 orang, " ungkap Eggi.
Eggy Sangkal Berbuat Makar
Ditambahkannya, Eggy pun mempertanyakan kenapa dirinya dijadikan tersangka untuk dugaan perbuatan makar. Ia tegaskan sekali lagi bahwa dirinya sama sekali tidak ingin berbuat makar. Menurutnya pihak kepolisian saat ini sudah tidak netral dengan menjadikannya tersangka, dan juga tidak membiarkan dirinya bertemu dengan pihak Bawaslu.
"Ini saya sudah buat klarifikasi jadi dalam konteks saya sebagai tersangka itu prosedural hukum dalam kitab acara hukum pidana polisi telah melanggar. Poinnya adalah polisi tidak mengindahkan tahapan-tahapan karena kalau tuduhannya makar tidak perlu laporan polisi. Kalau saya betul-betul makar mustinya langsung ditangkap, namanya makar. Makar itu 3 kategori yang bisa melengkapi arti secara struktur hukum pasal 104,106, 106 KUHP. Apa intinya 104 itu membunuh presiden dan wapres, pasal 106 itu adalah menggerakkan daerah seluruhnya, atau sebagian, pasal 107 menggulingkan pemerintaham yang sah. Dari mana elemen itu saya lakukan, tidak ada. Saya tidak mempersoalkan presiden, yang saya persoalkan adalah capres," tegasnya.
Eggy dan massa dari GERAK pun berencana untuk kembali mendatangi kantor Bawaslu RI untuk melaporkan bukti kecurangan dan tuntutan untuk mendiskualifikasi paslon 01 Jokowi-Maruf hari Jumat (10/5). Ia mengatakan sebelum mendatangi kantor Bawaslu massa akan mendeklarasikan kemenangan Prabowo-Sandi dari Masjid Istiqlal mulai jam 1 siang untuk kemudian berlanjut ke Bawaslu.
Ketua TKN: Pengiringan Opini Eggy dkk adalah Narasi Pihak yang Kala
Sementara itu Ketua TKN Jokowi-Maruf Abdul Kadir Karding kepada VOA mengatakan narasi penggiringan opini bahwa penyelenggara pemilu atau pihaknya melakukan kecurangan adalah biasa dilakukan oleh pihak yang kalah. Bahkan menurutnya hal ini sudah dilakukan oleh kubu 02 jauh sebelum pemilu dilaksanakan seperti kasus surat suara tujuh kontainer yang diisuka sudah tercoblos.
BACA JUGA: Presiden Jokowi akan Upayakan Pemerintahan yang Lebih Ramping"Permintaan Bang Eggy itu harus dilihat dari kacamata bahwa dia adalah orang yang kalah dalam pilpres ini. Memang narasi yang mereka bangun selama ini adalah jika mereka kalah adalah akan ada isu misalnya soal kecurangan, dan itu sudah disiapkan sejak lama. Juga misalnya bagaimana dimainkan soal DPT, bagaimana dimainkan soal 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos padahal belum ada pengesahan dari KPU," ungkap Karding.
Karding pun mengimbau kepada semua pihak untuk tetap percaya pada kinerja penyelenggara pemilu yang sudah dijamin oleh UU. Kalaupun nantinya ada indikasi kecurangan disitu, pihaknya berharap agar sebaiknya ditempuh lewat jalur hukum dan sesuai dengan UU yang berlaku, sehingga suasana keamanan dan ketertiban akan tetap terjaga. (gi/em)
Your browser doesn’t support HTML5