Pasal 73 UU KPK yang baru menegaskan bahwa undang-undang tersebut akan otomatis berlaku, 30 hari sejak disetujui. Menghitung tanggal persetujuan pemerintah dan DPR pada 17 September lalu, maka UU KPK baru akan berlaku tiga hari ke depan. Para aktivis yang tergabung dari Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta mendesak Jokowi mengambil tindakan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Oce Madril dari jaringan ini menegaskan, Perppu penting karena ada banyak cacat formil dan cacat material dalam UU KPK hasil perubahan.
“Kalau Presiden tidak melakukan apa-apa, maka 3 hari lagi hari, Kamis tepatnya, undang-undang itu akan berlaku efektif, dan kami sudah sampaikan bahwa ada implikasi-implikasi serius dari berlakunya undang-undang hasil perubahan itu,” kata Oce yang juga Direktur Pukat UGM.
BACA JUGA: Presiden Didesak Terbitkan Perppu KPKImplikasi itu, tambah Oce, antara lain adalah hilangnya kemandirian KPK dalam menjalankan tugasnya. KPK juga tidak lagi independen dalam melaksanakan fungsinya. UU KPK baru menyatakan, KPK berada di bawah kontrol penuh pemerintah dan ini akan berakibat buruk.
Implikasi kedua, fungsi penegakan hukum, KPK tidak bisa dilakukan secara mandiri. Fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK harus berkoordinasi dengan lembaga lain. Dikatakan Oce, UU KPK baru tidak memberi kejelasan, dengan lembaga mana koordinasi itu harus dijalankan. Jika koordinasi itu harus dilakukan dengan polisi dan kejaksaan, bagi JAK Yogya kondisi ini akan bermasalah bagi proses penanganan perkara oleh KPK.
Implikasi terakhir adalah karena KPK diberi kewenangan menerbitkan SP3 atau menghentikan perkara-perkara yang lebih dari 2 tahun belum selesai. Kewenangan ini justru menempatkan KPK di bawah tekanan kelompok koruptor yang memiliki sumber daya politik dan ekonomi yang sangat besar.
“Setelah ini akan banyak intervensi kepada KPK secara politik, agar menghentikan perkara-perkara yang besar. Ada 18 perkara yang saat ini sedang ditangani oleh KPK dan belum selesai, semuanya adalah perkara besar. Di antaranya adalah BLBI, Century, perkara-perkara yang terkait dengan kepentingan bisnis besar,” ujar Oce.
Tekanan itu memungkinkan karena UU KPK baru menempatkan lembaga ini di bawah pemerintah. Pegawai KPK juga berstatus ASN sehingga mudah dipindah jika tidak menuruti kemauan atasan. Selain itu, adanya Dewan Pengawasa, yang diisi orang-orang pilihan Presiden, akan semakin menjadikan KPK mudah dikendalikan.
Dengan semua kondisi itu, JAK Yogyakarta meyakini, tanpa Perppu, masyarakat akan menyaksikan kelumpuhan lembaga yang telah memberikan harapan bagi pemberantasan korupsi itu.
Dyah Roessusita dari Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) meminta masyarakat tidak terkecoh dengan narasi yang berkembang. Memilih Jokowi sebagai Presiden tidak bermakna kehilangan daya kritis terhadap keputusan yang diambilnya. Mengelompokkan masyarakat, dengan isu pro dan anti terkait UU KPK yang baru, adalah bentuk politik adu domba.
Masyarakat juga tidak boleh terbuai dengan harapan-harapan palsu yang biasanya dijanjikan ketika tuntutan semakin menguat. Apalagi, terkait penolakan UU KPK baru ini sudah banyak yang dikorbankan masyarakat dalam aksi-aksi demonstrasi. Di sisi lain, posisi Jokowi yang begitu kuat dengan koalisi partai yang terus bertambah, seharusnya membuatnya yakin menuruti kehendak rakyat. Jika tidak, pemerintah hanya akan menjadi rezim PHP (Pemberi Harapan Palsu).
“Nggak mungkin sekarang ini Presiden itu nggak berani. Dia dalam posisi di atas angin kok. Semua partai sekarang merapat sama dia. Apanya yang dia takut? Sama siapa? Semua juga pengen dapat kue kekuasaan. Lagi merapat semuanya, bagi-bagi menteri. Nggak ada alasan sekarang ini posisi Presiden dalam konstelasi politik sedang melemah. Jadi kita mau melawan rezim yang PHP ini apa nggak? Sekarang itu aja,” papar Dyah.
Desakan agar Presiden mengeluarkan Perppu juga datang dari Indonesia Court Monitoring (ICM). Ian Handayani, pegiatn lembaga ini mengatakan, bahwa pemberantasan korupsi merupakan agenda sangat penting di Indonesia.
Your browser doesn’t support HTML5
“Dan satu-satunya lembaga yang menjadi harapan kita adalah KPK. Kita melihat dari dulu sampai hari ini, banyak sekali ancaman terhadap keberadaan KPK, baik secara hukum maupun staf-stafnya yang mendapatkan banyak ancaman dan teror,” kata Ian.
Ahmad Haedar dari lembaga pemantau kebijakan, IDEA Yogyakarta, menegaskan sejak awal lembaga ini menilai UU KPK yang lama sudah cukup memadai.
“UU KPK yang saat ini sudah ada, bagi kami di IDEA, sudah cukup memadai untuk kerja-kerja memberantas korupsi yang dilakukan KPK,” kata Haedar.
Perppu KPK menurut Haedar juga wujud pelaksanaan komitmen Presiden terhadap janji-janji politiknya sendiri. Jokowi tidak perlu beralasan menunggu situasi genting, karena dalam sudut pandang upaya pemberantasan korupsi, kini sudah masuk dalam tahap genting tersebut. UU KPK yang baru, tambahnya, adalah upaya mencabut taring lembaga itu dalam upaya pemberantasan korupsi. [ns/uh]