Jakarta Lanjutkan PSBB Dengan Kelonggaran

  • Fathiyah Wardah

Seorang perempuan menyeberangi jalan di pusat kota Jakarta yang lengang karena PSBB di tengah pandemi corona, 1 Mei 2020. (Foto oleh BAY ISMOYO / AFP)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diperpanjang namun disertai kelonggaran.

Dalam jumpa pers secara virtual di kantornya, Kamis (4/6), Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Anies Baswedan menjelaskan Gugus Tugas Covid-19 DKI Jakarta memutuskan memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar dan menyatakan bahwa provinsi tersebut sudah memasuki masa transisi.

"Kita memutuskan untuk menetapkan status PSBB di DKI Jakarta diperpanjang dan menetapkan bulan Juni ini sebagai masa transisi. Kita melakukan transisi dari ketika kita melakukan pembatasan sosial masif menuju kondisi aman, sehat, produktif," kata Anies.

Dalam masa transisi ini, lanjut Anies, kegiatan sosial ekonomi sudah bisa dilakukan secara bertahap dengan sejumlah pembatasan. Periode transisi tersebut merupakan periode pembiasaan terhadap pola hidup yang sehat, aman, produktif, sesuai dengan protokol Covid-19.

Transisi fase pertama dimulai dengan melonggarkan kegiatan yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat namun dengan resiko yang terkendali. Fase pertama ini berlaku hingga akhir Juni.

Anies menekankan bila transisi fase pertama berhasil, maka akan dilanjutkan dengan transisi fase kedua, yakni pelonggaran di bidang-bidang yang lebih luas lagi. Dalam masa transisi ini, semua sanksi akan tetap berlaku dan ditegakkan. Dia menegaskan kalau terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 di masa transisi maka kelonggaran akan dihentikan dan pengetatan kembali diberlakukan.

Menurut Anies, keputusan untuk melonggarkan PSBB didasarkan padarekomendasi hasil kajian yang dilakukan sebuah tim dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada 2 Juni 2020.

Indikator-indikator yang mendukung pelonggaran PSBB adalah tren kasus positif Covid-19 fluktuatif tapi cenderung menurun; tren kematian gegara Covid-19 selalu menurun, 50-70 persen penduduk Jakarta masih menaati instruksi tinggal di rumah dan memadainya jumlah ventilator dan alat pelindung diri.

Dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia, sampai Rabu (3/6) kasus positif Covid-19 setiap hari di Jakarta sudah menurun. Kecenderungan ini dimulai sejak pertengahan April lalu.

Meski secara umum penyebaran Covid-19 di Jakarta sudah terkendali, Anies mengakui penularan Covid-19 di 66 (2,6 persen) dari 2.741 wilayah rukun warga (RW) di Jakarta masih mengkhawatirkan. Rinciannya adalah 15 RW di Jakarta Barat, 15 RW di Jakarta Pusat, tiga RW di Jakarta Selatan, 15 RW di Jakarta Utara, 15 RW di Jakarta Timur, dan tiga RW atau dua pulau di Kepulauan Seribu.

"Saya garis bawahi, ini adalah hasil kerja bersama. Yang bersama di rumah, yang bersama-sama tidak bepergian, yang bersama-sama pakai maskeryang selalu menjaga jarak yang selalu cuci tangan rutin, yang selalu disiplin menjaga protokol kesehatan," ujar Anies.

Di samping itu, Anies menambahkan hingga Rabu (3/6) angka reproduksi virus Covid-19 di bawah 1 atau tepatnya 0,99. Angka ini berarti tidak ada lagi penularan virus asal Kota Wuhan, China, itu setelah Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama tiga tahap, yakni dimulai pada 10-23 April (tahap pertama), 24 April-21 Mei (tahap kedua), dan 22 Mei-4 Juni (tahap ketiga).

Para petugas membagikan imbauan kesehatan kepada penumpang kereta saat diberlakukannya PSBB di tengah pandemi di Stasiun Gambir di Jakarta, 28 Mei 2020. (Foto AP).


Anies menegaskan selama masa transisi ada sejumlah ketentuan yang harus ditaati, seperti, yaitu hanya orang yang sehat boleh berkegiatan di luar rumah, dan semua tempat atau angkutan hanya boleh diisi 50 persen dari total kapasitas. Ketetuan-ketentuan lainnya adalah ibu hamil, orang berusia lanjut, dan anak-anak dilarang mengikuti kegiatan tertentu, semua orang wajib menggunakan masker ketika berada di luar rumah, menjaga jarak aman dan rajin mencuci tangan.

Di masa transisi ini, semua sekolah dan perguruan tinggi masih diliburkan. Kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah secara virtual. Kegiatan rutin di rumah ibadah sudah bisa dilakukan mulai besok, termasuk salat berjamaah di masjid, salat Jumat, dan misa mingguan di gereja.

Perkantoran, perindustrian, pergudangan, pertokoan, dan rumah makan mandiri (tidak berada dalam mal) bisa beroperasi mulai Senin, 8 Juni 2020. Sedangkan pusat perbelanjaan dan pasar non-pangan baru bisa beroperasi pada Senin, 15 Juni 2020.

Seorang perwira polisi Indonesia memeriksa dokumen dari seorang pengendara kendaraan bermotor yang menuju ke Ibu Kota Jakarta, di Bekasi, Jawa Barat, pada tanggal 29 Mei 2020, di tengah pembatasan perjalanan selama pandemi virus coronavirus COVID-19. (Foto oleh REZAS / AFP)

Taman rekreasi, di dalam dan di luar ruangan, baru bisa dibuka pada Sabtu atau Minggu, 20 atau 21 Juni 2020. Kegiatan sosial budaya dan olahraga di luar ruangan sudah bisa dilakukan mulai besok. Perpustakaan, museum, galeri, dan pantai bisa dibuka mulai Senin, 8 Juni 2020.

Mobil dan sepeda motor bisa digunakan dengan kapasitas penuh kalau masih satu keluarga. Sedangkan angkutan umum hanya boleh diisi maksimal 50 persen dari kapasitasnya.

Seorang perempuan mengenakan masker mengendarai sepeda motornya melewati mural bertema Covid-19 selama pandemi corona di pinggiran Jakarta, 2 Juni 2020.

Sementara itu Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu tidak tegas. Saat ini ada 66 Rukun Warga (RW) yang masuk zona merah, dan ini, menurut Trubus, seharusnya menjadi pertimbangan.

Trubus mengatakan Pemprov DKI Jakarta semestinya tetap memperpanjang PSBB tanpa kelonggaran. Pemprov tambahnya harus menangani secara serius 66 RW di Jakarta yang masuk zona merah.

“DKI Jakarta menurut saya justru harusnya melakukan PSBB secara ketat saja sekalian. Kalau nanti ini dilonggarin yang sama saja dengan sebelumnya malah nanti tingkat penularan tinggi, perekonomian belum tentu optimal juga. Jangan sampai apa yang sudah kita korbankan di sini tiga bulan selama ini jadi sia-sia. Kalau nanti muncul gelombang kedua dari Covid itu, jumlahnya tambah banyak lagi makin repot lagi. Apa kita mau ulang dari nol lagi?,” kata Trubus. [fw/ab]