Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa pelaksanaan hukuman mati tetap jalan terus kendati ada penolakan dari pemerintah Australia dan beberapa negara lain seperti Brazil termasuk himbauan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Berbicara di gedung Kejaksaan Agung Jakarta Selasa (24/2) Prasetyo berharap dunia internasional menghormati kedaulatan hukum Indonesia.
"Kita jalan terus. Jalan terus. Tidak ada yang menghambat. Sama sekali bukan karena itu (protes dari beberapa negara). Itu wajar. Negara yang membela kepentingan warganya itu wajar. Tapi masing-masing punya kedaulatan hukum. Kita menghargai kedaulatan mereka, tentunya diharapkan menghargai kedaulatan hukum kita. Ya, itu (pernyataan keberatan dari PBB) himbauan saja. Bukan larangan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo.
Prasetyo memastikan masih banyak negara-negara di dunia diantaranya Amerika Serikat yang masih menerapkan hukuman mati untuk kasus tertentu. Indonesia tegas Prasetyo tidak ada kompromi untuk pelaku pengedar atau bandar narkoba.
"Isunya ini masalah hukuman mati. Memang ada beberapa negara yang sudah menghapuskan hukuman mati. Tetapi masih banyak juga yang menerapkan hukuman mati. Di beberapa negara bagian Amerika masih ada. Di Brazil juga masih ada. Nah sementara untuk Indonesia sendiri, kondisi obyektifnya kan narkoba ini sudah luar biasa. Mengerikan. Ini salah satu usaha kita. Kita menunjukan sikap keras kita dan tegas kita, terhadap kasus-kasus kejahatan narkoba," lanjutnya.
Kejaksaan Agung lanjut Prasetyo sudah menghubungi keluarga masing-masing terpidana mati warga negara asing melalui kantor kedutaan besar mereka di Indonesia.
"Kita sudah menyampaikan notifikasi kepada masing-masing duta besar yang warganegaranya menghadapi eksekusi hukuman mati. Tentunya para duta besar itu sudah menyampaikan ke masing-masing keluarganya," jelas HM Prasetyo.
Prasetyo memastikan persiapan pelaksanaan hukuman mati tahap II sudah meningkat hingga 80 persen.
"Sudah makin baiklah. Mungkin 80 persen. Karena harus tau pengamanannya berapa orang yang mesti disiapkan. Regu tembaknya harus disesuaikan dan disitu ada biaya. Saya katakan berulang kali itu kita menunggu matangnya kesiapan dan persiapan kita. Harus dikumpulkan dulu satu tempat. Setelah itu baru kita liat juga kesiapannya seperti apa. Koordinasinya seperti apa. Masalah pengamanan dan keamanan jadi fokus utama. Kalian tau? Tempo hari ada wartawan asing asal Peru yang menyelundup kesana dengan menyamar sebagai nelayan," jelas HM Prasetyo..
Sebelumnya, Jumat (13/2) Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengimbau Indonesia untuk menghentikan eksekusi hukuman mati bagi narapidana untuk kejahatan narkoba.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, Ban telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, Kamis (12/2) lalu. Menurutnya, Ban mengungkapkan keprihatinannya terhadap rencana terbaru pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.
Pemerintah Australia juga mengecam Indonesia soal rencana eksekusi dua terpidana mati, Andrew Chan dan Myuran Sukuraman. PM Australia Tony Abbott mendesak pemerintah Indonesia membatalkan rencana eksekusi dua warganya yang tersandung kasus narkotik. Abbot mengingatkan pemerintah Indonesia soal kontribusi besar Canberra membantu korban tsunami di Aceh pada 2004.
Protes atas penerapan hukuman mati juga disampaikan pemerintah Brasil. Presiden Brasil Dilma Rousseff menunda untuk menerima surat kepercayaan dari Dubes RI. Menurut Rousseff, penundaan itu dilakukan dilakukan oleh pemerintahnya hingga keadaan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Brasil berubah.
Adapun sampai saat ini hari ini Kejagung sudah menerima 11 Keputusan presiden yang menolak permohonan grasi terpidana mati. Dari 11, delapan diantaranya merupakan terpidana mati kasus narkotika, dimana tujuh diantaranya merupakan Warga Negara Asing (WNA). Sedangkan tiga lainnya merupakan kejahatan pembunuhan.
Tiga terpidana mati yang bukan kasus narkoba yaitu Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI), Harun bin Ajis (WNI) dan Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI). Ketiganya terlibat dalam dalam kasus pencurian, pemerkosaan, dan kekerasan yang menewaskan tujuh warga Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, 29 Desember 2000.
Delapan terpidana mati kasus narkoba yaitu:
- Zainal Abidin (WNI), kasus kepemilikan narkoba.
- Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), terlibat kasus penyelundupan narkotika jenis heroin 2,6 kg di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta 25 April 2010.
- Myuran Sukumaran alias Mark (Australia), kasus kepemilikan 334 gram heroin di dalam kopernya di Hotel Melasti Kuta, 2005.
- Andrew Chan (Australia), terlibat kasus penyelundupan 8 kg narkotika jenis heroin 2005.
- Rodrigo Gularte (Brazil) yang terlibat kasus penyelundupan 19 kg kokain dalam papan seluncurnya, 2004.
- Serge Areski Atlaoui (Perancis) yang terlibat kasus pabrik ekstasi dan shabu di Cikande Tangerang 11 November 2005.
- Martin Anderson alias Belo (WN Ghana), terlibat kasus kepemilikan heroin 50 gram yang dimasukkan dalam map 7 November 2003.
- Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) - kasus kasus penyelundupan heroin 5 kg di tahun 1999.
Menteri Hukum dan HAM Menkumham Yasonna Laoly beberapa waktu lalu meminta dunia internasional memahami dan menghargai hukum di Indonesia terkait pelaksanaan hukuman mati.
"Bahwa kita menghargai negara-negara sahabat yang memperjuangkan warga negaranya. Untuk mencoba meminta pengampunan dari Pemerintah Indonesia. Tetapi keputusan kita adalah itu. Coba lihat sekarang, siapa yang berani di Malaysia atau Singapura? Tidak ada yang berani karena tegas hukumnya. Dan sekarang kita harus sampai pada tahap itu," tegas Menhukam Yasonna Laoly.