Jaksa: Tersangka Bom Boston 'Ingin Hukum Amerika'

  • Associated Press

Dalam sketsa persidangan tanggal 5 Maret, Dzhokhar Tsarnaev, tengah, berada di antara pengacara pembela Miriam Conrad (kiri), dan Judy Clarke (kanan), pada persidangan kasusnya di Boston.

Tersangka pelaku bom Marathon Boston Dzhokhar Tsarnaev "ingin menghukum Amerika" saat ia menewaskan tiga orang dan melukai 264 orang dengan sepasang bom rakitan sendiri, 25 April 2013, menurut jaksa penuntut federal, Senin.

Dalam pernyataan penutupnya sebelum juri memutuskan apakah Tsarnaev, 21 tahun, bersalah atas pemboman dan dengan fatal menembak seorang polisi tiga hari kemudian, Deputi Jaksa AS Aloke Chakravarty menggambarkan serangan sebuah tindakan ekstremis yang disengaja.

"Tersangka berpikir bahwa nilai-nilainya lebih penting daripada orang-orang di sekitarnya. Ia ingin membangungkan para mujahidin, para prajurit suci," ujar Chakravarty. "Ia ingin meneror negara ini. Ia ingin menghukum Amerika atas apa yang (Amerika) lakukan bagi kaumnya."

Kemungkinan hukuman mati

Tsarnaev dapat dihukum mati bila juri yang telah mendengarkan kesaksian selama 16 hari menyatakan ia bersalah atas serangan tersebut.

Pengacara-pengacaranya membuka persidangan sebulan lalu dengan pengakuan bahwa ialah yang melakukan pemboman tersebut. Tapi mereka berargumen bahwa Tsarnaev tidak melakukannya atas kemarahan yang dipicu oleh ideologinya tapi karena mematuhi perintah kakaknya, Tamerlan, 26 tahun, yang menurut jaksa penuntut merupakan mitranya dalam serangan itu.

Tamerlan tewas 19 April 2013 setelah dalam tembak-menembak dengan polisi, Dzhokhar yang berupaya kabur dengan mobil menabrak kakaknya hingga tewas.

Dzhokhar kemudian ditemukan bersembunyi di sebuah perahu yang disimpan di sebuah halaman rumah, di mana ia menulis dalam sebuah surat pendek bahwa pembomannya merupakannya aksi balas dendam terhadap kampanye milier AS di negara-negara mayoritas Muslim.

Pernyataan penutup

Para pengacara Tsarnaev akan mengantarkan argumen penutupannya, Senin sore. Dari pernyataan tersebut dapat diperkirakan rencana masing-masing pihak pada fase berikut persidangan, di mana juri yang sama akan mendengar pernyataan dari saksi-saksi baru sebelum memutukan apakah akan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan keluar lebih cepat, atau hukuman mati.

Para saksi di persidangan menyatakan sidik jari Dzhokhar Tsarnaev tidak ditemukan pada materi pembuat bom di apartemen kakaknya di Cambridge, Massachusetts, dan bahwa literatur ekstremis yang ditemukan di komputernya, termasuk beberapa eksemplar majalah terbitan al-Qaida, diunduh oleh sang kakak.

Para juri juga diperlihatkan gambar Dzhokhar Tsarnaev dengan tas ranselnya di tengah-tengah kerumunan di garis finish marathon sebelum ledakan yang menewaskan Krystle Campbell, 29 tahun, Lingzi Lu, 23 tahun, dan Martin Richard, 8 tahun.

Belum bersaksi

Orangtua Richard, William dan Denise, penari Heather Abbott yang kehilangan dua kakinya dalam ledakan, dan mantan Komisaris Polisi Boston Ed Davis berada di antara hadirin yang memadati ruang persidangan untuk pernyataan penghujung dari kedua pihak.

Para juri belum mendengar pernyataan dari Tsarnaev. Sejauh ini, mereka mendengarkan kesaksian dari teman-teman dan keluarga korban, dari 17 orang yang kehilangan anggota tubuh dalam pemboman, dan dari para petugas penyelamat, termasuk seorang polisi yang bergelut dengan Tamerlan pada saat-saat terakhirnya.

Tersangka, yang pindah ke Amerika dari Rusia sekitar 10 tahun sebelum pemboman, selalu duduk dengan tenang selama persidangan dan seringnya berusaha untuk tidak memandang para saksi.

Jika ia diputusan bersalah, ia kemungkinan akan bersaksi pada fase penjatuhan hukuman, menurut pakar hukum.