Satu minggu lalu pemerintah telah merampungkan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. DIM itu berisi 367 pasal terkait perubahan substansi, redaksional dan urutan, termasuk soal usulan perubahan – khususnya pada mekanisme perekrutan dan penempatan PRT dan pengaturan antar pihak PRT, pemberi kerja dan perusahaan penempatan penempatan PRT (3PRT) dan peningkatan keahlian dan keterampilan PRT.
Koordinator Jala PRT Lita Anggraini menyerukan DPR untuk segera membahas RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga itu pada masa sidang kali ini, yakni 15 Mei hingga 13 Juli. Untuk itu ia meminta Badan Musyawarah dan pimpinan DPR segera menetapkan pembahasan RUU tersebut dalam rapat paripurna terdekat.
Jala PRT mengusulkan agar pembahasan RUU PPRT ini dilakukan oleh panitia kerja DPR sebelumnya.
"Hal ini mengingat juga penguasaan materi dan mengingat waktu yang sangat singkat. Sementara kesibukan pemilu semakin padat. Jala PRT mengingatkan agar DPR segera merampungkan RUU PPRT yang sudah 19 tahun di DPR dan inilah saatnya," kata Lita.
Lita khawatir RUU PPRT bisa terabaikan jika pembahasan tidak dilakukan secepatnya. Sebab, yang masuk dalam pembahasan Badan Musyawarah DPR juga ada RUU Kesehatan dan RUU Perampasan Aset.
Terkait substansi, Lita menegaskan RUU itu dirancang untuk memberikan perlindungan bgi pekerja rumah tangga dan pemberi kerja. Perlindungan tersebut dari hulu hingga hilir, mulai pra kerja hingga pasca kerja.
Perlindungan tercantum dalam sistem yang terintegrasi, baik itu pendataan, pengawasan, perekrutan, penempatan antar kementerian dan lembaga. Dia mencontohkan hubungan kerja pekerja rumah tangga dengan pemberi kerja diketahui dan tersata di semua pihak terkait, baik pekerja rumah tangga itu sendiri, keluarganya, rukun tetangga dan rukun wilayah tempat dia tinggal, aparat dea/kelurahan, dan terhubung dengan kementerian dan lembaga.
Lita menambahkan pendataan secara sistematis dan terintegrasi itu dibutuhkan karena pekerja rumah tangga sudah masuk dalam kolom kartu tanda penduduk (KTP), kemudian hak pekerja rumah tangga untuk memperoleh jaminan sosial, bantuan sosial.
Aktivis: Tidak Ada Alasan DPR Tunda Pembahasan
Vivi Widyawati dari Koalisi Sipil untuk Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga mengaparesiasi pemerintah yang telah merampung 367 daftar isian masalah (DIM) dan sudah diserahkan kepada DPR.
"Jadi tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda pembahasa RUU PPRT. Dari kemarin, kami sudah mengingatkan kita berkejaran dengan waktu dan inilah saatnya DPR untuk benar-benar memprioritaskan," ujar Vivi.
Vivi menekankan jika DPR menunda lagi pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, makan akan makin banyak menjadi korban kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi, dan sebagainya. Dia menambahkan undang-undang ini akan merupakan keselamatan, kesejahteraan, dan kesehatan bagi pekerja rumah tangga yang sudah lama diabaikan.
Dia mengajak semua anggota masyarakat sipil untuk mengawal sekaligus mendesak DPR menetapkan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dalam rapat paripurna terdekat.
Salah seorang pekerja rumah tangga dari Semarang, Nur Hasanah, berharap DPR dapat segera membahas sekaligus mengesahkan RUU Perlidungan Pekerja Rumah Tangga agar hak semua pekerja rumah tangga terlindungi dan status mereka diakui sebagai bentuk pekerjaan sebagaimana yang lainnya.
Your browser doesn’t support HTML5
"Bagi kami yang sudah mengalami banyak kekerasan, pelecehan, diskriminasi, dan macam-macam, harapan kami melalui Undang-undang Perlindungan PRT ini, hal-hal yang telah terjadi selama ini dapat diminimalisir, dapat dihindari, karena (UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) melindungi kami dan pemberi kerja kami," ujar Nur.
Nur yakin RUU PPRT akan memberikan jaminan kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan yang selama ini sulit diakses oleh pekerja rumah tangga. Nur juga berharap bisa memperoleh bantuan sosial dari pemerintah.
BACA JUGA: Kajian Komnas HAM: Pekerja Marginal dan Rentan Minim Perlindungan SosialWakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya menyatakan hingga saat ini lembaganya belum menerima DIM dari pemerintah.
Hingga laporan ini disampaikan VOA belum mendapat jawaban dari pihak pemerintah mengapa belum mengirim DIM yang sudah selesai dibahas 16 Mei lalu. [fw/em]