Pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Gerbangkertosusilo, Bromo Tengger Semeru, serta Selingkar Wilis yang meliputi pula Jalur Lintas Selatan.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur langsung mempersiapkan diri dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk segera memulai pembangunan di kawasan-kawasan yang didukung percepatannya oleh pemerintah pusat.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menanggapi positif terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Gerbangkertosusilo, Bromo Tengger Semeru, serta Selingkar Wilis dan Lintas Selatan, yang memungkinkan munculnya kawasan ekonomi baru di Jawa Timur.
Tiga kawasan paling prioritas ini nantinya akan didukung penuh pendanaannya oleh pemerintah pusat, selain dana dari pemerintah provinsi, kabupaten/ kota dan badan usaha. Khofifah berharap, iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat seiring terbitnya Perpres ini.
“Gerbangkertosusilo, kemudian kedua, adalah lingkar Wilis dan Jalur Lintas Selatan, dan ketiga adalah BTS, Bromo Tengger Semeru. Jadi BTS ini kan memang kita harus koordinasi dengan empat kabupaten penyangga, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, kemudian Kabupaten Lumajang. Dan satu lagi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,” jelas Khofifah Indar Parawansa.
Kawasan Gerbangkertosusilo yang meliputi daerah Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan nantinya akan dikembangkan melalui pembangunan transportasi publik, seperti MRT dan LRT. Sementara kawasan Bromo Tengger Semeru akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata, serta penyambungan akses jalan di selatan Jawa Timur untuk memeratakan perekonomian.
Khofifah mengatakan, pengerjaan jalan di Jalur Lintas Selatan (JLS) akan menjadi prioritas, terutama untuk membuka dan menghubungkan akses ekonomi masing-masing daerah, yang selama ini terkendala masalah pembebesan lahan.
“Ini yang tidak bisa dihitung adalah pembebasan lahannya, masih ada sekitar 206 kilometer, jadi dari itu 30 kilometer yang sudah dibebaskan. Jadi, kalau sudah ada yang bisa membuka pembebasan lahan untuk bisa membangun koneksitas itu, maka dari PUPR akan melakukan ikhtiar pendanaannya. Jadi, tahun 2020 ini lot 9 jalan, lot 6, lot 7 jalan, ada 17 kilometer lagi tapi prencil-prencil (kecil-kecil, red) itu berjalan. Kalau misalnya 30 kilometer yang dari Sendang Biru ke arah Lumajang itu clear, maka itu sistemnya sangat mungkin bisa dilakukan di tahun 2021,” jelas Khofifah.
Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya, Imron Mawardi mengatakan, pembangunan infrastruktur di suatu wilayah tidak otomatis akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi kawasan itu. Sumber daya manusia di kawasan yang hendak dibangun mesti ditingkatkan kualitasnya, agar mampu menangkap dan memanfaatkan peluang yang ada.
“Daerah-daerah yang Human Development Index-nya itu sangat rendah, artinya SDMnya itu rendah, sehingga ini menjadi satu kendala yang cukup serius ketika suatu kawasan ini dikembangkan, ada satu infrastruktur-infrastruktur baru pun, mungkin juga tidak secara otomatis akan mengerek adanya (kawasan) ekonomi-ekonomi baru,” kata Imron Mawardi.
Your browser doesn’t support HTML5
Imron menanbahkan, indeks pembangunan manusia di Jawa Timur masih tergolong rendah, meski mengalami sedikit kenaikan dari 70,27 menjadi 70,78. Imron menyebut pertumbuhan ekonomi serta sumber daya manusia yang masih rendah di daerah-daerah kawasan selatan Jawa Timur, menjadi kendala serius yang harus dibenahi, sebelum pembangunan itu terwujud. Imron berharap, pembangunan infrastruktur tidak sampai terbuang percuma, hanya karena sumber daya manusia di daerah itu belum siap menerima dana memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Ada kawasan-kawasan, yang kebetulan di selatan (Jawa Timur) seperti misalnya Tulungagung, Ponorogo, Trenggalek, termasuk juga Kabupaten Blitar, itu kalau kita lihat kontribusi terhadap PDB (produk domestik bruto) Jawa Timur, rata-rata ada di bawah. Ini dari sisi pertumbuhannya itu juga rendah, dan kemudian produk domestik brutonya juga rendah. Nah, ini memerlukan strategi khusus apa yang kira-kira akan menarik orang datang, atau investasi datang, di mana income per kapitanya rendah, pertumbuhannya rendah. Ini menjadi tantangan tersendiri di kawasan-kawasan selatan,” imbuh Imron. [pr/ab]