Jawa Timur Tidak Terpengaruh Situasi Politik di Jakarta

  • Petrus Riski

Ilustrasi tokoh lintas agama dan masyarakat bertekad menjaga kerukunan dan perdamaian di Jawa Timur (Foto: VOA/Petrus Riski).

Kasus dugaan penodaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, hingga polemik dengan KH Ma’ruf Amin selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), menimbulkan reaksi dan kecaman dari berbagai pihak hingga adanya aksi bela ulama pada 11 Februari atau yang dijuluki aksi 112. Aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) bersama tokoh politik di Jawa Timur, sepakat tidak akan terprovokasi dan mengikuti berbagai aksi yang terjadi di Jakarta.

Memanasnya suhu politik di Jakarta menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 15 Februari, tidak dapat dilepaskan dari kasus dugaan penodaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Gerakan penolakan terhadap Ahok terus disuarakan oleh kelompok-kelompok Islam di Jakarta, hingga merembet ke daerah-daerah lain di Indonesia.

Wakil Ketua Pengurus Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Timur, Hasan Bisri mengatakan, persoalan di Jakarta hendaknya diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang ada di Jakarta, dan tidak perlu melibatkan masyarakat di daerah lain termasuk di Jawa Timur.

“Kami juga sempat (mendengar) isu-isu bersliweran, yang ingin mengadu domba kita, mengadu domba kami, ingin agar kami juga melakukan hal yang sama seperti di Jakarta, tapi prinsip kami adalah ini Jawa Timur yang sudah aman, nyaman, damai, tenteram, rukun, semangat aksi di Jakarta tidak perlu dibawa ke Jawa Timur, apalagi jika yang mengatakan spirit 212 dan yang lain-lain itu tidak boleh dibawa ke Jawa Timur, karena itu spirit DKI Jakarta, bukan Jawa Timur,” kata Hasan Bisri, Wakil Ketua PW GP Ansor Jawa Timur.

Hasan Bisri menegaskan bahwa apa yang terjadi di Jakarta lebih pada persoalan politis, sehingga warga Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur tidak perlu terpancing provokasi kelompok lain yang ingin membenturkan NU dengan kelompok Nasionalis, serta tidak mengikuti ajakan aksi pada 11 Februari mendatang di Jakarta.

“Kami sangat berharap semua warga NU tidak usah ikut dalam aksi 112 itu. Saya kira tidak perlu, karena lebih kental nuansa politis, dan kami warga NU menyampaikan bahwa NU bergerak dalam konteks keagamaan dan sosial. Sesuai dengan instruksi salah satu Ketua PBNU yang namanya Saifullah Yusuf, yang kebetulan Wakil Gubernur Jawa Timur, menghimbau juga pada warga NU untuk tidak ikut-ikutan dalam aksi tersebut, dan NU harap menjaga perdamaian dan kerukunan, serta menjadi motor penegak persatuan dan kesatuan warga,” lanjut Hasan Bisri.

Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno mengatakan, selama terjadinya polemik di Jakarta, kondisi Jawa Timur relatif tidak terpengaruh termasuk hubungan antara PDI Perjuangan dengan Nahdlatul Ulama di Jawa Timur.

“Karena kita bersilahturahmi dengan baik, dengan kawan-kawan yang ada di PWNU sampai kepada Banom-banomnya (badan otonom), Jawa Timur tidak ada apa-apa. Kita adem-adem saja, karena apa, kita berharap hawa panas di Jakarta jangan dibawa ke Jawa Timur. Mari kita ciptakan Jawa Timur yang adem. Kami juga saling bertandang, saling bersilahturahmi sehingga kami saling menjaga agar keadaan yang ada di luar Jawa Timur ini tidak dibawa-bawa ke Jawa Timur. Sudahlah, biar diselesaikan di Jakarta sana,” kata Sri Untari Bisowarno.

Your browser doesn’t support HTML5

Jawa Timur Tidak Terpengaruh Situasi Politik di Jakarta


Sri Untari juga mengingatkan seluruh kader PDI Perjuangan di Jawa Timur, untuk ikut menjaga situasi aman dan kondusif di Jawa Timur, dengan tetap menjaga hubungan baik dengan seluruh elemen masyarakat. Kader partai juga diingatkan untuk tidak menjadikan media sosial sebagai ajang saling serang dan menebar kebencian, sehingga situasi tenang di Jawa Timur dapat terus terjaga.

“Harus menyejukkan, harus penuh etika, tidak boleh kompor-kompor, itu yang kami minta kepada seluruh kader. Kita minta supaya tidak setiap orang berbicara sesuai kepentingan pribadi-pribadinya, tapi kalau dia memiliki posisi sebagai ketua partai di masing-masing level, harus berkoordinasi dengan atasan, karena partai ini kan badan hukumnya di atas,” imbuhnya.

Sementara itu, perwakilan Jaringan Alumni Santri Jombang, Aan Anshori mengajak semua santri serta warga Nahdlatul Ulama untuk tidak terprovokasi dan mau ditarik dalam pusaran konflik politik yang terjadi di Jakarta.

“Setelah Riziek Shihab menjadi kartu mati, maka para oportunis di partai politik dan kelompok intoleran itu selalu menggunakan berbagai cara untuk membenturkan kelompok NU berhadapan dengan kekuatan nasionalis. Sikap kami jelas, bahwa kami tidak akan terprovokasi, dan kami menjunjung tinggi sebagaimana yang disampaikan oleh KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, bahwa kita kedepankan politik yang berakhlakul kharimah, bukan politik yang menghalalkan segala cara,” kata Aan Anshori, Perwakilan Jaringan Alumni Santri Jombang. [pr/lt]