Presiden China Xi Jinping mengatakan, Jumat (15/11), bahwa unilateralisme dan proteksionisme perlu ditolak demi globalisasi ekonomi.
Presiden Xi memberi pernyataan itu menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) di Lima, Peru yang dibayangi kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan Amerika.
Kritik Xi terhadap proteksionisme di APEC memberikan gambaran tentang bagaimana China akan berupaya memposisikan diri setelah Trump menjabat pada Januari.
Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif terhadap impor China yang melebihi 60 persen. Namun Beijing dan perusahaan-perusahaan China berharap bahwa kebijakan proteksionisnya juga akan membuat jengkel sekutu-sekutu AS di Eropa dan Asia. Dengan demikian, China berpeluang untuk meningkatkan pengaruh globalnya dan meningkatkan hubungan perdagangan.
BACA JUGA: Biden dan Xi akan Bertemu di Sela-sela KTT APEC di Lima, PeruDalam pidato yang dibacakan Menteri Perdagangan China Wang Wentao kepada para eksekutif bisnis pada Jumat dalam KTT CEO APEC, Xi mengatakan bahwa globalisasi ekonomi sedang menghadapi “arus balik,” tanpa menyebutkan negara atau pemimpin tertentu.
“Dunia telah memasuki periode baru yang penuh gejolak dan perubahan, unilateralisme dan proteksionisme menyebar, fragmentasi ekonomi dunia semakin intensif,” kata Xi.
“Menghambat kerja sama ekonomi dengan berbagai dalih, bersikeras mengisolasi dunia yang saling bergantung, adalah membalikkan jalannya sejarah,” tambahnya.
Xi menyebutkan serangkaian langkah baru-baru ini yang diambil pemerintah China untuk menarik investasi asing, termasuk meningkatkan jumlah industri China yang dapat menerima investasi asing, serta pengecualian visa sepihak bagi orang asing yang mengunjungi China.
"China akan menerapkan kebijakan keterbukaan yang lebih independen dan sepihak, memperluas jaringan zona perdagangan bebas berstandar tinggi yang dihadapi dunia, dan membuka lebih jauh pintu ke China,” kata pemimpin China, yang dijadwalkan bertemu dengan Presiden Amerika Joe Biden pada Sabtu (16/11) di Peru.
BACA JUGA: Siapkah China Hadapi Kejutan Kedua Trump?Namun, beberapa analis mengatakan bahwa usulan China sebagai alternatif atau penyeimbang terhadap proteksionis Amerika Serikat yang dipimpin Trump telah kehilangan daya tariknya dibandingkan 2016, ketika Trump pertama kali terpilih.
Ja Ian Chong, seorang ilmuwan politik di National University of Singapore, mengatakan bahwa tidak seperti 2016, saat ini terdapat kekhawatiran yang luas di komunitas internasional mengenai bagaimana subsidi negara China untuk sektor industri dan kelebihan kapasitas yang diakibatkannya berdampak negatif terhadap perekonomian negara-negara lain.
“China sama proteksionisnya dengan Amerika Serikat, perekonomiannya kini menjadi kurang terbuka dibandingkan sebelumnya,” kata Chong. [ft/ah]