Pembelotan warga Korea Utara baru-baru ini disebut-sebut akhir pekan lalu oleh pemerintah di Seoul. Tetapi isu ini memicu tuduhan mengenai oportunisme politik di Korea Selatan. Pernyataan Seoul mengenai pembelotan baru yang disampaikan hanya beberapa hari sebelum pemilihan legislatif itu memicu protes keras dari kalangan oposisi dan bahkan sebagian pengamat independen.
Para pemilih Korea Selatan hari Rabu (13/4) akan memilih sekitar 300 anggota Majelis Nasional. Partai Presiden Park Geun-hye, Saenuri, diperkirakan akan meraih mayoritas. Tetapi persaingan akan berlangsung ketat dan marjin kemenangannya belum dapat diperkirakan.
Chung-in Moon, dosen ilmu politik di Universitas Yonsei, Seoul, mengatakan diangkatnya isu pembelotan oleh pemerintah merupakan politisasi hubungan antar-Korea terhadap politik lokal.
Pengumuman Seoul hari Senin bahwa seorang perwira intelijen senior Korea Utara membelot ke Korea Selatan muncul hanya beberapa hari setelah pemerintah mengungkapkan 13 warga Korea Utara yang bekerja sebagai pegawai restoran telah membelot.
Analis Korea Utara Cheong Seong-chang di Sejong Institute di Korea Selatan mengritik pengumuman itu yang ia sebut langkah bermotivasi politik untuk “mempromosikan sikap keras Presiden Park” mengenai sanksi-sanksi Korea Utara “untuk menarik para pemilih konservatif.”
Park adalah pendukung kuat sanksi-sanksi keras PBB terhadap Korea Utara yang melakukan uji coba nuklir ke-empat pada Januari dan meluncurkan roket jarak jauh yang berteknologi misil balistik pada bulan Februari. [uh/lt]