Warga Nigeria, pada Selasa (21/2), menunggu dalam antrean panjang untuk mengakses ATM di kota-kota seperti Abuja, Lagos dan di seluruh negara itu di saat simpanan milik jutaan warga masih terperangkap di berbagai bank.
Pergantian ke mata uang yang didesain ulang telah menjerumuskan negara dengan tingkat ekonomi terbesar di Afrika itu ke dalam krisis ekonomi tepat menjelang pemilu presiden.
Tidak ada cukup uang kertas baru di negara yang bergantung pada uang tunai itu. Kekurangan uang berarti keharusan memangkas kebutuhan dasar seperti makanan dan obat-obatan untuk keluarga.
Para pemilik rekening bank menunggu sepanjang hari di berbagai bank dan ATM untuk menarik uang yang cukup – disebut “naira” – agar dapat bertahan.
Bisnis yang tidak dapat melakukan transaksi terpaksa ditutup, dan orang-orang secara ilegal menjual uang kertas baru dengan harga lebih tinggi.
Melonjaknya kebutuhan akan uang tunai kemungkinan akan menimbulkan dampak yang luas pada pemilu presiden pada 25 Februari nanti.
Warga Nigeria berharap dapat memilih seseorang yang mampu mengatasi sejumlah tantangan, dimulai dari krisis keamanan yang telah menewaskan ribuan orang dalam setahun terakhir, hingga kondisi perekonomian yang terpuruk.
Menghadapi meningkatnya tekanan untuk mencari solusi, Presiden Muhammadu Buhari, yang telah mencapai batas masa jabatannya dan akan meninggalkan jabatannya pada bulan Mei nanti, mengatakan telah mengarahkan Bank Sentral Nigeria untuk memastikan agar masyarakat memiliki akses pada uang tunai.
Sejumlah pakar menyalahkan pembuat kebijakan yang memperkenalkan uang kertas baru “naira” secara “terburu-buru.”
Bank Sentral Nigeria mengatakan perubahan mata uang akan membantu mencegah pencucian uang sebelum pemilu; meskipun kebijakan itu mengubah negara di Afrika Barat itu menjadi ekonomi tanpa uang tunai dan harus melawan inflasi lebih dari 21 persen, yang tertinggi dalam 17 tahun.
Banyak yang mulai kehilangan minat pada pemilu, meredam harapan peningkatan partisipasi pemilih setelah anjloknya jumlah pemilih beberapa tahun terakhir ini.
Analis politik di Abuja School of Politics, Sam Amadi, mengatakan “dengan kebijakan moneter yang dikelola secara tidak efesien oleh bank sentral, gubernur, presiden dan tentu saja partai yang berkuasa, sekarang semua menjadi lebih rumit.”
Kekurangan uang tunai membuat hidup semakin sulit di Nigeria, di mana menurut data Bank Dunia sebanyak 63 persen dari total populasinya berada dalam kemiskinan, 33 persen di antaranya merupakan pengangguran, dan pada tahun 2021 hanya 45 persen orang dewasa yang memiliki rekening bank. [em/rs]