Jelang Pemilu Taiwan, China Ancam Tambahan Sanksi Perdagangan

FILE - Dua tentara menurunkan bendera nasional selama upacara bendera harian di Liberty Square di Chiang Kai-shek Memorial Hall di Taipei, Taiwan, 30 Juli 2022. (AP/Chiang Ying-ying)

Pemerintah China, Rabu (27/12), mengancam akan menerapkan sanksi perdagangan tambahan terhadap Taiwan jika partai yang berkuasa “keras kepala” untuk memberi dukungan kemerdekaan. Ancaman ini semakin meningkatkan perang kata-kata menjelang pemilu Taiwan bulan depan.

Pemilihan presiden dan parlemen Taiwan pada 13 Januari akan berlangsung sementara China, yang menganggap pulau itu sebagai wilayahnya, berusaha memaksa Taiwan untuk menerima klaim kedaulatan China.

Taiwan bulan ini menuduh China melakukan pemaksaan ekonomi dan campur tangan pemilu setelah Beijing mengumumkan berakhirnya pemotongan tarif terhadap beberapa impor bahan kimia dari pulau tersebut, dengan alasan Taiwan melanggar perjanjian perdagangan antara kedua pihak yang ditandatangani pada 2010.

Sebelumnya China menyatakan bahwa Taiwan telah memasang hambatan perdagangan yang bertentangan dengan peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan perjanjian perdagangan 2010.

Berbicara pada jumpa pers rutin di Beijing, Chen Binhua, juru bicara China untuk Kantor Urusan Taiwan, mengatakan "akar penyebab" penyelesaian masalah terkait perjanjian 2010 adalah kepatuhan Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa di Taiwan terhadap kemerdekaan resmi pulau tersebut.

“Jika otoritas DPP bertekad untuk bertahan, tetap keras kepala mematuhi posisi kemerdekaan Taiwan, dan menolak berubah sikap, kami mendukung departemen terkait mengambil tindakan lebih lanjut sesuai peraturan,” kata Chen.

BACA JUGA: Taiwan Laporkan Peningkatan Aktivitas Militer China Menjelang Pemilu

China tidak senang pada DPP dan kandidat presidennya, Wakil Presiden saat ini Lai Ching-te, yang unggul dalam jajak pendapat. China percaya bahwa mereka adalah separatis.

Lai mengatakan dia tidak berencana mengubah nama resmi pulau itu, Republik China, namun hanya rakyat Taiwan yang bisa menentukan masa depan mereka. Dia juga telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan China tetapi ditolak.

Pemerintahan republik China yang kalah melarikan diri ke Taiwan pada 1949 setelah kalah dalam perang saudara melawan komunis Mao Zedong, yang mendirikan Republik Rakyat China.

Menurut Chen, Taiwan “berada di simpang jalan,” tidak tahu ke mana harus pergi. Apa pun, kata Chen, bisa didiskusikan atas dasar penolakan terhadap kemerdekaan Taiwan. Dia menegaskan bahwa kemerdekaan Taiwan berarti perang. Namun, Chen juga menyampaikan “terima kasih yang tulus” kepada perusahaan-perusahaan Taiwan yang telah menyumbangkan uang untuk membantu menangani dampak gempa di daerah terpencil di China barat laut bulan ini yang menewaskan 1.949 orang. Tetapi, dia tidak menyebutkan belasungkawa yang disampaikan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen kepada China setelah bencana tersebut dan tawaran bantuan dari pemerintahannya. [ka/ab]