Bulan suci Ramadan, yang akan dimulai awal pekan depan, dibayangi oleh perang di Israel-Hamas di Gaza yang memasuki bulan keenam. Banyaknya korban yang jatuh dan tersendat-sendatnya upaya perundingan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera menimbulkan ketegangan semua pihak, terutama yang ada di sekitar kawasan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur, tempat tersuci ketiga bagi umat Islam.
Yerusalem - Sebagaimana umat Muslim di dunia, warga Muslim-Palestina biasanya merayakan bulan suci Ramadan dengan berbuka puasa bersama dan meningkatkan ibadah mereka. Tetapi hanya ada sedikit nuansa Ramadan tahun ini, yang akan dimulai pada tanggal 10 Maret mendatang, seiring terus berkecamuknya perang Israel-Hamas di Gaza.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikelola oleh Hamas, mengatakan hingga hari Rabu (6/3) sedikitnya 30.631 warga tewas, sementara korban luka-luka hampir mencapai 71.000 orang.
Your browser doesn’t support HTML5
Grand mufti atau pemimpin tinggi agama Islam di Yerusalem dan Palestina, yang juga ulama senior di Masjid Al-Aqsa, Sheikh Mohammed Hussein mengatakan pada VOA, ada perasaan magsyul di Palestina dan juga di seluruh dunia tentang perang di Gaza yang berdampak pada warga Palestina.
"Ada keresahan di sini dan di seluruh dunia tentang apa yang sedang terjadi saat ini, seiring berkecamuknya perang di Gaza. Lihat bagaimana warga di seluruh dunia berdemonstrasi untuk menuntut gencatan senjata. Kita telah melihat bagaimana seorang pemuda di Amerika membakar dirinya sendiri untuk memprotes apa yang terjadi di Jalur Gaza. Kami berharap gencatan senjata dapat segera terwujud, terutama sebelum Ramadan," jelasnya.
Masjid Al-Aqsa di Yerusalem merupakan tempat tersuci ketiga dalam Islam, setelah Mekkah dan Madinah. Biasanya ratusan ribu warga Palestina berdoa di masjid tersebut selama bulan Ramadan. Sheikh Hussein mengatakan salat di Al-Aqsa penting bagi semua umat Islam selama bulan Ramadan.
"Masjid Al-Aqsa ini terhubung dengan keyakinan dalam Islam bahwa mereka yang salat di sini mendapatkan pahala lebih besar dibanding di tempat-tempat lain. Di mata Allah SWT, kita dinilai sebagai orang yang sangat taat, dan pahala yang diberikan jauh lebih besar dibandingkan salat di tempat lainnya," sebutnya.
Kawasan Suci Bagi Tiga Agama Dunia
Kompleks Al-Aqsa juga merupakan tempat suci bagi umat Yahudi, yang mengenalnya sebagai "Temple Mount" dalam Islam dikenal sebagai Haram Al Sharif dan tempat di mana dua Bait Suci Yahudi pertama dibangun dan kemudian dihancurkan. Tempat ini terletak tepat di atas Tembok Barat, lokasi tersuci dalam agama Yahudi.
Kawasan Al-Aqsa sering menjadi lokasi bentrokan antara warga Palestina dan pasukan keamanan Israel, dan serangan warga Palestina terhadap jemaah Yahudi di Tembok Barat di bawahnya. Hamas bahkan menyebut serangannya ke bagian selatan Israel pada tanggal 7 Oktober lalu, yang memicu perang di Gaza saat ini sebagai “The Al-Aqsa Flood” atau "Banjir Al-Aqsa."
Ben Gvir Serukan Pembatasan Warga ke Al-Aqsa
Ben Gvir, Menteri Keamanan Nasional Israel yang berasal dari kelompok garis keras, telah menyerukan pembatasan jumlah warga Palestina yang diizinkan memasuki Masjid Al-Aqsa selama bulan suci Ramadan. Namun sejauh ini, seruan itu telah ditolak oleh para pemimpin pasukan keamanan Israel yang mengatakan pembatasan semacam itu justru akan memicu kekerasan.
Sejumlah analis Palestina setuju dengan pandangan itu.
Komentator surat kabar Arab, Al Quds, Rasem Obeidat, mengatakan, "Pada tahun 2021 kita melihat bagaimana pembatasan dan upaya menghalang-halangi umat Muslim untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa berujung pada bentrokan. Jika Netanyahu melanjutkan kebijakannya dengan mengikuti kebijakan Ben Gvir, insiden yang sama akan terulang lagi.”
Di dekat Al-Aqsa, orang-orang mengatakan mereka tetap menantikan Ramadan meskipun mereka khawatir dengan situasi keamanan.
Warga Yerusalem Timur, Nadia Natche, mengatakan ia dan warga Palestina lainnya berharap Ramadan akan terasa damai. “Kami tidak ingin ada masalah apapun yang dapat membuat orang meninggal, atau luka-luka. Kami hanya ingin ada kedamaian saat Ramadan,” komentarnya.
Saed Eddin Al-Kazzaz, yang berusia 70 tahun, mengatakan ia salat di Al-Aqsa karena dua alasan.
“Pertama, untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT. Setiap salat di Al-Aqsa sama nilainya dengan 500 salat di tempat lain. Alasan kedua, karena kehadiran warga Muslim di Al-Aqsa sangat penting. Jika dia tidak datang, dan warga lain juga tidak datang, maka Al-Aqsa akan kosong, dan orang-orang Yahudi akan datang dan menguasainya,” katanya.
Israel tidak mengizinkan para pemuda Muslim untuk beribadah di Al-Aqsa, bahkan selama bulan suci Ramadan, dengan alasan khawatir akan bentrok dengan pihak keamanan Israel. Polisi juga mengatakan mereka mungkin akan membatasi jumlah warga Tepi Barat yang diizinkan masuk ke Yerusalem selama masa yang menegangkan ini. [em/ab]