Jenazah pilot helikopter Selandia Baru yang ditembak oleh kelompok separatis di Papua, berhasil ditemukan, demikian keterangan dari satuan tugas gabungan polisi dan tentara yang memimpin upaya pencarian pada Selasa (6/8).
Glen Malcolm Conning (50 tahun), seorang pilot PT Intan Angkasa Air Service, tewas pada Senin (5/8) setelah mendarat di Papua bersama dua petugas kesehatan dan dua anak. Namun keempat penumpang itu selamat.
Satuan Tugas Operasi Damai Cartenz, yang dibentuk untuk menangani separatis Papua, mengambil jenazahnya dari daerah terpencil Alama dan membawanya ke kota Timika, katanya dalam sebuah pernyataan.
"Jenazah pilot berhasil dievakuasi dari distrik Alama ke Timika dan tiba pada pukul 12.50 siang WIT. Jenazah saat ini berada di Rumah Sakit Umum Mimika untuk diautopsi," kata Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz, Kombes Pol. Bayu Suseno.
BACA JUGA: KKB Tembak Mati Pilot Selandia Baru di Alama, Papua TengahKepala polisi Mimika I Komang Budiartha mengatakan kepada wartawan pada Senin bahwa tiga helikopter diterjunkan untuk upaya pencarian.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru mengatakan kepada AFP pada Selasa (6/8) bahwa pihaknya mengetahui laporan kematian pilot tersebut dan mengatakan kedutaannya Jakarta, sedang mencari informasi lebih lanjut dari pihak berwenang.
Pembunuhan tersebut terjadi kurang dari dua tahun setelah pilot Selandia Baru lainnya, Phillip Mehrtens, diculik oleh pemberontak dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Saat ini ia masih disandera.
Juru bicara TPNPB Sebby Sambom tidak menanggapi permintaan komentar AFP pada Selasa.
Kelompok pemberontak tersebut sebelumnya menuntut agar pemerintah mengakui kemerdekaan Papua sebagai imbalan atas pembebasan Mehrten.
Papua, bekas koloni Belanda, mendeklarasikan kemerdekaan pada 1961. Namun, dua tahun kemudian, pemerintah Indonesia mengambil alih dengan janji akan mengadakan referendum. Pada 1969, seribu orang Papua memilih bergabung dengan NKRI dalam pemungutan suara referendum yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Aktivis kemerdekaan Papua acap kali mengkritik pemungutan suara tersebut dan mendesak diadakannya pemilihan ulang, sementara pemerintah menyatakan bahwa kedaulatan Indonesia atas Papua adalah sah karena didukung oleh PBB. [ah/rs]