Jenderal Senior Amerika Serikat (AS) memulai kunjungan mendadak pada Sabtu (24/8) ke Timur Tengah untuk membahas cara-cara menghindari peningkatan ketegangan yang dapat berubah menjadi konflik yang lebih luas. Kunjungan tersebut berlangsung ketika kawasan itu bersiap menghadapi ancaman serangan Iran terhadap Israel.
Jenderal Angkatan Udara CQ Brown, ketua Kepala Staf Gabungan, memulai lawatannya di Yordania. Brown mengatakan dia juga akan melakukan perjalanan ke Mesir dan Israel dalam beberapa hari mendatang untuk mendengarkan pandangan para pemimpin militer.
Kunjungannya berlangsung ketika AS berusaha mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza dengan imbalan kesepakatan pembebasan sandera antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. Jika tercapai, menurut Brown, akan “membantu menurunkan ketegangan".
"Pada saat yang sama, ketika saya berbicara dengan rekan-rekan saya, hal-hal apa saja yang dapat kita lakukan untuk mencegah eskalasi yang lebih luas dan memastikan kita mengambil semua langkah yang tepat untuk (menghindari) ... konflik yang lebih luas," kata Brown. mengatakan kepada Reuters sebelum mendarat di Yordania.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden berupaya membatasi dampak perang di Gaza antara Hamas dan Israel, yang kini memasuki bulan ke-11. Konflik tersebut telah meratakan sebagian besar wilayah Gaza, memicu bentrokan perbatasan antara Israel dan gerakan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon, dan memicu serangan oleh Houthi Yaman terhadap jalur pengiriman barang di Laut Merah.
Sementara itu, pasukan AS telah diserang oleh milisi yang bersekutu dengan Iran di Suriah, Irak, dan Yordania.
Respons Iran
Iran telah berjanji akan memberikan balasan yang keras terhadap pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, yang terjadi ketika ia mengunjungi Teheran akhir bulan lalu. Iran menuding Israel, sedangkan Israel tidak membenarkan atau menyangkal keterlibatannya.
Pada Jumat (23/8), Menteri Luar Negeri baru Iran Abbas Araghchi mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Prancis dan Inggris melalui percakapan telepon bahwa negaranya berhak untuk membalas, kantor berita resmi IRNA mewartakan.
Brown tidak berspekulasi tentang apa yang mungkin dilakukan Iran dan sekutunya, tetapi ia berharap bisa mendiskusikan skenario yang berbeda dengan mitranya dari Israel.
“Khususnya, ketika saya berinteraksi dengan mitra saya dari Israel, bagaimana mereka akan merespons, tergantung pada respons yang datang dari Hizbullah atau Iran,” kata Brown.
Perang saat ini di Jalur Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika orang-orang bersenjata Hamas menyerbu komunitas Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 sandera, menurut penghitungan Israel.
Sejak itu, serangan militer Israel telah mengusir hampir seluruh penduduk wilayah kantong Palestina yang berjumlah 2,3 juta orang dari rumah mereka, sehingga menimbulkan kelaparan dan penyakit yang mematikan dan menewaskan sedikitnya 40.000 orang, menurut otoritas kesehatan Palestina yang dikendalikan Hamas. [ft]