Para pemilih Jepang memberikan suara pada Minggu (27/10) untuk menentukan nasib pemerintahan Perdana Menteri Shigeru Ishiba. Pemilihan umum ini diperkirakan akan menghukum koalisi PM tersebut akibat skandal pendanaan dan inflasi, yang bisa berujung pada akhir satu dekade dominasi Partai Demokrat Liberal (Liberal Democratic Party/LDP).
LDP dan sekutunya, Komeito, diperkirakan akan kalah telak dalam pemilu ini sehingga berujung pada kemungkinan kehilangan kursi mayoritas di parlemen. Hal ini tercermin dalam jajak pendapat yang menunjukkan ketidakpuasan pemilih akibat meningkatnya biaya hidup dan ketegangan yang meningkat dalam hubungan dengan China.
Kehilangan mayoritas di majelis rendah parlemen akan memaksa Ishiba, yang baru sebulan menjabat, untuk bernegosiasi mengenai pembagian kekuasaan dengan partai-partai gurem. Meskipun tidak ada jajak pendapat yang menunjukkan LDP akan terdepak dari kekuasaan, situasi ini dapat menciptakan ketidakpastian dalam beberapa bidang kebijakan.
Pertikaian politik dapat mengganggu stabilitas pasar dan menjadi tantangan bagi Bank Jepang, terutama jika Ishiba memilih koalisi yang akan menjaga suku bunga mendekati nol persen, sementara bank sentral berupaya untuk menaikkannya secara bertahap.
"Ia akan dianggap melemah sebagai pemimpin, dan partainya juga akan kesulitan dalam menerapkan kebijakan yang ingin difokuskan. Menggandeng mitra koalisi berarti mereka harus melakukan kompromi tertentu dengan partai tersebut, terlepas dari siapa partainya," kata Jeffrey Hall, pakar politik Jepang di Universitas Studi Internasional Kanda.
Survei yang dilakukan oleh surat kabar Asahi pekan lalu menunjukkan bahwa LDP bisa kehilangan hingga 50 dari 247 kursinya di majelis rendah, sementara Komeito berpotensi terjun ke bawah 30 kursi. Dengan demikian, koalisi tersebut dapat memiliki kurang dari 233 kursi yang diperlukan untuk mencapai mayoritas.
BACA JUGA: PM Jepang Isyaratkan Kesinambungan Kebijakan Demi Stabilitas"Itu pada dasarnya adalah skenario untuk 'menjual Jepang'," kata Naka Matsuzawa, kepala strategi makro di Nomura Securities, menyoroti bagaimana hasil pemilu dapat memengaruhi kebijakan fiskal dan moneter. Pekan lalu, saham Jepang mengalami penurunan 2,7 persen pada indeks acuan Nikkei.
Survei menunjukkan bahwa LDP akan tetap menjadi kekuatan dominan di parlemen, meskipun diperkirakan suaranya akan beralih ke partai oposisi kedua, Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDPJ). Menurut Asahi, CDPJ dapat meraih hingga 140 kursi dalam pemilu ini, setelah sebelumnya sempat menggulingkan LDP pada 2009. [ah/gg]