Jepang mengurangi produksi sejumlah pabriknya di Tiongkok karena meningkatnya ketegangan atas gugusan pulau di Laut Cina Timur yang diklaim kedua negara.
Produksi beberapa pabrik Jepang telah dihentikan atau diperlambat di tengah protes anti-Jepang di Tiongkok. Nissan, produsen mobil utama Jepang di Tiongkok, mengatakan, produksi di perusahaan patungan di negara itu akan berhenti tiga hari lebih cepat dari yang direncanakan sebelum hari libur nasional Tiongkok. Suzuki akan menghentikan satu dari dua giliran produksi pabriknya di Tiongkok.
Pengurangan produksi itu menanggapi aksi-aksi protes baru-baru ini di berbagai kota Tiongkok, terkait kepulauan yang disengketakan di Laut Cina Timur, dikenal sebagai kepulauan Diaoyu di Tiongkok dan Kepulauan Senkaku di Jepang.
Andrew Batson, direktur penelitian pada GK Dragonomics, mengatakan, protes-protes anti-Jepang bisa menjadi peringatan bagi investor internasional lain di Tiongkok.
"Komunitas bisnis asing mencermati hal ini dengan hati-hati karena mereka khawatir kemarahan massa yang bisa dikatakan dipicu pemerintah di sini bisa meluas dan menarget operasi investasi asing perusahaan-perusahaan multinasional yang sangat besar di sini," paparnya.
Produsen mobil Jepang banyak berinvestasi di Tiongkok, negara yang selama ini menjadi penggerak utama pertumbuhan industri otomotif global. Toyota juga mengatakan akan mengurangi produksinya karena menurunnya permintaan.
Toyota memasang target menjual satu juta mobil tahun ini di Tiongkok. Sampai bulan Agustus, pangsa pasar produsen mobil Jepang adalah 19 persen untuk mobil penumpang di Tiongkok. Penjualan itu mungkin menurun akibat aksi-aksi protes minggu lalu, tetapi analis seperti Batson mencatat aksi-aksi protes sebelumnya menentang Amerika setelah pemboman Kosovo tahun 1999 dan Prancis tahun 2008 tidak berdampak jangka panjang terhadap produk-produk dari negara-negara itu. Menurutnya, pengurangan produksi pabrik mungkin lebih dipicu oleh resesi yang membayangi.
"Menurut saya, sulit memisahkan hal ini dari apa yang selama ini terjadi dalam perekonomian Tiongkok, suatu perlambatan yang sangat buruk," papar Batson lagi.
Sementara itu, diplomat-diplomat Tiongkok dan Jepang bertemu Selasa malam, di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, untuk mengupayakan dan mencapai sejumlah kemajuan dalam menyelesaikan sengketa. Ketua Menteri Kabinet Jepang Osamu Fujimura menggambarkan pertemuan itu sebagai tegang.
Menurut Fujimura, tidak ada keajaiban dalam kebijakan luar negeri dan kedua negara perlu membahas sudut pandang yang lebih luas melalui berbagai tingkat dan saluran.
Pengurangan produksi itu menanggapi aksi-aksi protes baru-baru ini di berbagai kota Tiongkok, terkait kepulauan yang disengketakan di Laut Cina Timur, dikenal sebagai kepulauan Diaoyu di Tiongkok dan Kepulauan Senkaku di Jepang.
Andrew Batson, direktur penelitian pada GK Dragonomics, mengatakan, protes-protes anti-Jepang bisa menjadi peringatan bagi investor internasional lain di Tiongkok.
"Komunitas bisnis asing mencermati hal ini dengan hati-hati karena mereka khawatir kemarahan massa yang bisa dikatakan dipicu pemerintah di sini bisa meluas dan menarget operasi investasi asing perusahaan-perusahaan multinasional yang sangat besar di sini," paparnya.
Produsen mobil Jepang banyak berinvestasi di Tiongkok, negara yang selama ini menjadi penggerak utama pertumbuhan industri otomotif global. Toyota juga mengatakan akan mengurangi produksinya karena menurunnya permintaan.
Toyota memasang target menjual satu juta mobil tahun ini di Tiongkok. Sampai bulan Agustus, pangsa pasar produsen mobil Jepang adalah 19 persen untuk mobil penumpang di Tiongkok. Penjualan itu mungkin menurun akibat aksi-aksi protes minggu lalu, tetapi analis seperti Batson mencatat aksi-aksi protes sebelumnya menentang Amerika setelah pemboman Kosovo tahun 1999 dan Prancis tahun 2008 tidak berdampak jangka panjang terhadap produk-produk dari negara-negara itu. Menurutnya, pengurangan produksi pabrik mungkin lebih dipicu oleh resesi yang membayangi.
"Menurut saya, sulit memisahkan hal ini dari apa yang selama ini terjadi dalam perekonomian Tiongkok, suatu perlambatan yang sangat buruk," papar Batson lagi.
Sementara itu, diplomat-diplomat Tiongkok dan Jepang bertemu Selasa malam, di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, untuk mengupayakan dan mencapai sejumlah kemajuan dalam menyelesaikan sengketa. Ketua Menteri Kabinet Jepang Osamu Fujimura menggambarkan pertemuan itu sebagai tegang.
Menurut Fujimura, tidak ada keajaiban dalam kebijakan luar negeri dan kedua negara perlu membahas sudut pandang yang lebih luas melalui berbagai tingkat dan saluran.