Pemerintah Jepang mengumumkan keadaan darurat untuk Tokyo dan tiga kawasan terdekatnya, Kamis (7/1), menyusul jumlah kasus virus corona yang terus meningkat dan mencapai rekor harian 2.447 di ibu kota.
Perdana Menteri Yoshihide Suga mengeluarkan deklarasi tersebut melalui gugus tugas pemerintah untuk penanggulangan virus corona.
Kebijakan itu mulai berlaku Jumat (8/1) hingga 7 Februari, dan pada intinya akan meminta restoran dan bar untuk tutup pada jam 8 malam, sementara warga tetap tinggal di rumah dan tidak berbaur dengan orang banyak.
Deklarasi tersebut tidak menjatuhkan hukuman, tetapi berfungsi sebagai permintaan yang kuat sementara Jepang berusaha mempertahankan perekonomiannya agar tetap berjalan.
Pusat-pusat perbelanjaan dan sekolah-sekolah akan tetap buka. Bioskop, museum, dan tempat pertemuan publik lainnya akan diminta untuk mengurangi kehadiran pengunjungnya.
Menurut sejumlah pejabat, tempat-tempat yang menentang permintaan tersebut akan dipublikasikan dalam sebuah daftar, sementara mereka yang mematuhi akan memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan.
Kasus virus corona telah melonjak di Jepang setelah liburan akhir tahun dan Tahun Baru.
Shigeru Omi, dokter yang mengepalai panel pemerintah untuk penanggulangan virus corona, menggambarkan gelombang terbaru itu sebagai sebuah ledakan penyakit yang membutuhkan deklarasi keadaan darurat.
Tokyo mencatat rekor baru kasus harian selama dua hari berturut-turut, setelah 1.591 pada Rabu. Secara nasional, kasus telah meningkat secara stabil menjadi lebih dari 5.000 per hari.
Beberapa ahli mengatakan Jepang seharusnya bertindak lebih cepat, dan kampanye pemerintah yang mempromosikan perjalanan berdiskon adalah sebuah kekeliruan.
Mengendalikan kasus COVID-19 merupakan keharusan bagi Jepang yang akan menyelenggarakan Olimpiade Tokyo pada Juli mendatang. Banyak politisi berulang kali menekankan pentingnya untuk melaksanakan pesta olahraga akbar itu meskipun publik semakin meragukan keamanannya.
Keadaan darurat serupa pernah diberlakukan pada April tahun lalu hingga akhir Mei, yang kemudian diperluas sehingga berskala nasional.
Upaya itu sebagian besar efektif. Orang Jepang umumnya cenderung mematuhi perintah pihak berwenang, bahkan meski tanpa ancaman hukuman sekalipun. Hampir semua orang kini memakai masker di Jepang bila berada di tempat-tempat umum.
Jepang tidak mempertimbangkan melakukan lockdown ketat, seperti yang diterapkan negara-negara Eropa. [ab/uh]