Orang-orang lanjut usia yang menjadi penyintas serangan bom atom pertama di dunia kembali berkumpul di Hiroshima, Jepang, hari Kamis (6/8), untuk memperingati 75 tahun serangan tersebut.
Hadirin dalam kerumunan kecil di Hiroshima Peace Memorial Park berdiri mengheningkan cipta pada pukul 8.15 pagi, persis pada waktu bom atom berjulukan “Little Boy” dijatuhkan dari pesawat tempur AS Enola Gay, menewaskan 140 ribu orang dan mengubah seluruh kota menjadi puing-puing.
Karena wabah virus corona, tidak seperti pada peringatan-peringatan sebelumnya, hanya hibakusha atau penyintas, keluarga mereka dan sejumlah kecil tamu kehormatan yang hadir dalam peringatan penting itu.
PM Shinzo Abe menggunakan pidato tahunannya untuk menjanjikan komitmen Jepang bagi dunia yang bebas nuklir. Ia mengatakan Jepang akan bertindak “sebagai jembatan” antara kekuatan-kekuatan nuklir dunia untuk menciptakan kesamaan landasan dalam upaya mencapai kesepakatan.
Tetapi Wali Kota Hiroshima Kazumi Matsui meminta pemerintah Jepang agar menandatangani dan meratififkasi larangan senjata nuklir PBB yang diadopsi pada tahun 2017, hal yang membuat frustrasi hibakusha yang semakin sedikit jumlahnya. Jepang juga berada dalam perlindungan arsenal nuklir AS, terlepas dari tekad nonnuklir Tokyo.
“Sekarang ini, dunia tanpa senjata nuklir tampaknya semakin jauh dari genggaman kita,” kata Sekjen PBB Antonio Guterres dalam pesan video yang diputar pada upacara itu.
Guterres memperingatkan bahwa “jejaring pengendalian senjata, transparansi dan perangkat-perangkat untuk membangun rasa saling percaya dibangun semasa Perang Dingin dan akibatnya adalah percekcokan. Perselisihan, kecurigaan dan kurangnya dialog mengancam dunia kembali ke kompetisi nuklir strategis yang tidak terkendali.”
“Sekarang ini adalah waktunya bagi dialog, langkah-langkah membangun rasa saling percaya, pengurangan jumlah arsenal nuklir dan pengendalian diri sepenuhnya,” kata pemimpin PBB itu.
Tiga hari setelah pengeboman Hiroshima, serangan bom atom ke-dua AS dilakukan terhadap kota Nagasaki, yang menewaskan lebih dari 70 ribu orang. Serangan bom ke-dua ini mendorong Jepang untuk menyerah tanpa syarat kepada pasukan Sekutu pada 15 Agustus 1945, mengakhiri Perang Dunia II dan agresi setengah abad Jepang di Asia. [uh/ab]