Stabilitas dan pembangunan Asia Timur, menurut Perdana Menteri Jepang, tidak mungkin tanpa stabilitas dan pembangunan kawasan Mekong.
Jepang telah menjanjikan bantuan pembangunan sebesar 7,4 miliar dolar sebagai bagian dari usaha untuk menggalakkan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Mekong. Bantuan 7,4 miliar dolar itu disetujui dalam pertemuan dengan lima perdana menteri dari negara-negara di wilayah tersebut.
Ujarnya, stabilitas dan pembangunan Asia Timur tidak mungkin tanpa stabilitas dan pembangunan kawasan Mekong. Tiongkok juga berusaha menanamkan pengaruhnya di kawasan itu lewat bantuan dan investasi.
Juga pada Sabtu, Jepang mengatakan pihaknya akan mengampuni utang Burma bernilai 3,7 miliar dan memulihkan bantuan sebagai cara untuk mendukung reformasi demokratik dan ekonomi yang sedang berlangsung di negara itu.
Jepang menetapkan 57 proyek penting yang terfokus pada pengembangan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan raya, pembangkit listrik dan kereta api kecepatan tinggi yang bernilai kira-kira 28 miliar dolar.
Ian Storey, seorang peneliti di Institut Studi Asia Tenggara, mengatakan program bantuan Jepang itu menyoroti meningkatnya persaingan pengeluaran untuk pembangunan di daerah tersebut. “Ini bagian dari sejarah keterlibatan Jepangi. Ada tiga proyek pembangunan yang dilakukan secara bersamaan, yakni oleh Tiongkok, Jepang dan proyek Mekong Hilir yang diprakarsai oleh Amerika. Jadi tampaknya ada kompetisi diantara tiga kekuatan di wilayah ini,” demikian ungkap Ian Stoney.
Perdana Menteri Thailand, Yingluk Shinawatra, menghimbau dukungan Jepang dalam pengembangan pelabuhan laut dan kawasan industri di Dawei, Burma selatan yang bernilai 8,6 miliar dolar. Proyek ini dipimpin oleh perusahaan pengembang dan konstruksi Thailand.
Di Burma, Jepang memberi dorongan utama kepada pemerintah sipil yang didukung oleh militer dengan menghapuskan hutang negara senilai 3,7 miliar dolar. Jepang juga mengatakan siap untuk memulai lagi bantuan yang dihentikan, dengan syarat Burma melanjutkan reformasi politiknya.
Kanae Doi, direktur Human Rights Watch di Jepang, mengatakan Jepang harus menggunakan penghapusan hutang itu untuk tetap menjaga tekanan terhadap reformasi politik Burma. “Pemerintah Jepang harus mempertahankan pengaruhnya dalam tiga tahun ke depan sebelum pemilihan umum berikutnya tahun 2015, dan Jepang harus menghargai Burma apabila mereka mengambil langkah-langkah nyata. Untuk menggunakan pengaruh tersebut, akhir pekan ini mereka mengumumkan penghapusan sebagian hutang untuk tahun berikutnya, tapi cara ini harus digunakan dengan hati-hati,” ungkap Doi. Menurut Doi, kebijakan Jepang yang menguntungkan Burma itu cenderung akan mendorong investasi Jepang di negara ini.
Pemerintah Burma dikuasai militer selama beberapa dekade. Tetapi, sejak berkuasa tahun lalu, Presiden Burma Thein Sein memberlakukan serangkaian reformasi demokratis, termasuk kebebasan pers yang lebih besar dan pembebasan tahanan politik.
Ujarnya, stabilitas dan pembangunan Asia Timur tidak mungkin tanpa stabilitas dan pembangunan kawasan Mekong. Tiongkok juga berusaha menanamkan pengaruhnya di kawasan itu lewat bantuan dan investasi.
Juga pada Sabtu, Jepang mengatakan pihaknya akan mengampuni utang Burma bernilai 3,7 miliar dan memulihkan bantuan sebagai cara untuk mendukung reformasi demokratik dan ekonomi yang sedang berlangsung di negara itu.
Jepang menetapkan 57 proyek penting yang terfokus pada pengembangan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan raya, pembangkit listrik dan kereta api kecepatan tinggi yang bernilai kira-kira 28 miliar dolar.
Ian Storey, seorang peneliti di Institut Studi Asia Tenggara, mengatakan program bantuan Jepang itu menyoroti meningkatnya persaingan pengeluaran untuk pembangunan di daerah tersebut. “Ini bagian dari sejarah keterlibatan Jepangi. Ada tiga proyek pembangunan yang dilakukan secara bersamaan, yakni oleh Tiongkok, Jepang dan proyek Mekong Hilir yang diprakarsai oleh Amerika. Jadi tampaknya ada kompetisi diantara tiga kekuatan di wilayah ini,” demikian ungkap Ian Stoney.
Perdana Menteri Thailand, Yingluk Shinawatra, menghimbau dukungan Jepang dalam pengembangan pelabuhan laut dan kawasan industri di Dawei, Burma selatan yang bernilai 8,6 miliar dolar. Proyek ini dipimpin oleh perusahaan pengembang dan konstruksi Thailand.
Di Burma, Jepang memberi dorongan utama kepada pemerintah sipil yang didukung oleh militer dengan menghapuskan hutang negara senilai 3,7 miliar dolar. Jepang juga mengatakan siap untuk memulai lagi bantuan yang dihentikan, dengan syarat Burma melanjutkan reformasi politiknya.
Kanae Doi, direktur Human Rights Watch di Jepang, mengatakan Jepang harus menggunakan penghapusan hutang itu untuk tetap menjaga tekanan terhadap reformasi politik Burma. “Pemerintah Jepang harus mempertahankan pengaruhnya dalam tiga tahun ke depan sebelum pemilihan umum berikutnya tahun 2015, dan Jepang harus menghargai Burma apabila mereka mengambil langkah-langkah nyata. Untuk menggunakan pengaruh tersebut, akhir pekan ini mereka mengumumkan penghapusan sebagian hutang untuk tahun berikutnya, tapi cara ini harus digunakan dengan hati-hati,” ungkap Doi. Menurut Doi, kebijakan Jepang yang menguntungkan Burma itu cenderung akan mendorong investasi Jepang di negara ini.
Pemerintah Burma dikuasai militer selama beberapa dekade. Tetapi, sejak berkuasa tahun lalu, Presiden Burma Thein Sein memberlakukan serangkaian reformasi demokratis, termasuk kebebasan pers yang lebih besar dan pembebasan tahanan politik.