Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya sebuah rancangan pertahanan dan keamanan negara di titik terluar tanah air. Hal itu disampaikan presiden saat kunjungan kerja di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Provinsi Maluku, pada Kamis (15/9).
“Kabupaten Maluku Barat Daya ini adalah termasuk kabupaten terluar sebelah timur, paling timur selatan. Setelah kita melihat Maluku Tenggara, Maluku Barat Daya, kemudian Kabupaten Kepulauan Aru, kemudian Kota Tual, Saumlaki, kita melihat perlunya sebuah desain untuk pertahanan dan keamanan negara, di titik mana kira-kira yang paling tepat," ujar Jokowi sebagaimana ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden.
Dalam kesempatan ini, Jokowi mengajak Menteri Pertahanan Prabowo Subianto beserta jajaran menteri lainnya untuk segera membuat desain yang tepat terkait pertahanan dan keamanan negara tersebut.
“Ini penting karena memang potensi yang ada di sini perlu dilihat secara detil dan hari ini saya dengan Pak Menhan, Pak Menteri KKP dan Menteri PU melihat titik-titik yang tadi saya sebutkan dalam rangka sekali lagi pertahanan dan keamanan negara,” tambahnya.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengaku sudah sejak 2,5 tahun yang lalu, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk membuat suatu desain dan master plan besar terkait dengan pertahanan negara, terutama rancangan untuk bagaimana mengamankan alur-alur laut kepulauan di tanah air.
Pasalnya, ujar Prabowo, sebanyak 60 persen jalur perdagangan laut di dunia melewati perairan Indonesia, sehingga master plan tersebut penting mengingat kekayaan alam Indonesia tidak hanya ikan, tapi mineral di bawah laut seperti gas dan minyak bumi.
“Jadi ini semua perkiraan dan riset menunjukkan bahwa masa depan kekayaan Indonesia sebagian besar akan ada di Indonesia timur. karena itu pulau-pulau terluar di kawasan ini memang harus sudah kita rancang untuk menjadi bagian dari pertahanan kita. tentunya ini akan kita lakukan dengan teliti dan mengikutsertakan semua lembaga terkait,” jelas Prabowo.
Pengamat pertahanan Khairul Fahmi mengatakan,master plan pertahanan dan keamanan tidak boleh bersifat parsial, namun harus dikembangkan secara keseluruhan, mencakup kondisi lingkungan dan geopolitik.
Selain itu, ia menilai ada dua sisi yang bisa dilihat dalam pertahanan dan keamanan negara. Pertama, katanya, sisi ancaman, dan kedua sisi peluang dan tantangan.
Ramainya perlintasan di wilayah perairan dan udara memang bisa dilihat sebagai potensi ancaman bagi Indonesia. Namun, di sisi yang lain, ungkap Khairul, situasi itu juga harus bisa dilihat sebagai peluang dan tantangan untuk mendatangkan keuntungan bagi Indonesia.
“Ini termasuk juga kalau kita bicara konteks geopolitik antara kepentingan blok barat, kepentingan blok timur. Indonesia harus bisa memetakan dengan baik potensi ancaman dan kemudian juga tadi memetakan peluang dan tantangannya sehingga arah diplomasi pertahanan kita, diplomasi secara umum, diplomasi ekonomi itu juga diarahkan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional kita,” ungkap Khairul kepada VOA.
Lebih jauh, Khairul menilai. tidak akan ada banyak perubahan yang berarti dalam desain pertahanan dan keamanan Indonesia. Hal tersebut, menurutnya, salah satunya karena Indonesia yang menganut sistem politik luar negeri bebas aktif yang menjadikan persepsi ancaman ke depan cenderung belum berubah.
“Kita membangun postur pertahanan kita ini tidak diarahkan untuk berperang, tapi diarahkan untuk mampu menjaga keutuhan negara dan menegakkan kedaulatan, mulai dari yang terluar sampai terdalam,” tambahnya.
Ia mencontohkan, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tidak hanya merancang pertahanan dan keamanan negara dalam hal modernisasi alutsista semata. Ia juga, katanya, harus menyiapkan potensi sumber daya di luar kekuatan militer yang konvensional.
Menurutnya, selama situasi di kawasan Asia Tenggara masih stabil, desain pertahanan dan keamanan negara pun cenderung tidak mengalami perubahan yang berarti.
“Karena gambaran ini saya kira tidak akan berubah banyak, desain pertahanan kita. Apalagi kita sedang tidak dalam rangka menyiapkan untuk menyerang negara lain atau untuk menjadi ancaman bagi negara lain,” tuturnya.
“Sehingga tentu saja justru Indonesia akan menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan strategisnya jika negara-negara lain terutama di dalam kawasan Asia pasifik ini, meningkatkan kemampuan dan kekuatan pertahanannya. Yang kemudian bisa menyebabkan potensi ancaman bagi Indonesia, nah itu baru akan berubah. Jadi misalnya selama Australia , Singapura, Malaysia, Filipina dan negara-negara kawasan lainnya adem-adem saja, ya Indonesia juga akan santai, karena kita tidak dalam posisi bermusuhan dengan negara lain,” pungkasnya. [gi/ab]