Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi pada pertemuan pemimpin di Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT APEC sesi 1 di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok, Jumat (18/11).
“Dalam jangka pendek, kolaborasi mutlak diperlukan untuk atasi inflasi dan pastikan ketahanan pangan,” ujar Presiden Jokowi.
Jokowi juga mendorong perwujudan APEC Food Security Roadmap Towards 2030 untuk memastikan ketahanan pangan melalui teknologi yang inovatif dan digitalisasi, peningkatan produktivitas dan efisiensi sistem pangan, serta kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan.
Menurutnya, ketersediaan pupuk, dan pakan ternak juga perlu diperhatikan untuk mencegah krisis pangan menyerang lebih dari tiga miliar masyarakat.
Dalam jangka panjang, Jokowi mendorong penguatan kemitraan ekonomi digital dan ekonomi hijau. Menurutnya, ekonomi digital dan transformasi digital penting untuk pemulihan ekonomi yang inklusif.
Apalagi, tambahnya, kebermanfaatan ekonomi digital seperti telemedisin, jasa antar makanan, pembayaran digital, hingga keterlibatan UMKM di marketplace sangat terasa sewaktu pandemi COVID-19.
“Kita harus bangun ekosistem ekonomi digital yang ramah bagi UMKM, dan start-ups khususnya, melalui penguatan keterampilan dan literasi digital,”ungkap Jokowi.
Pada pertemuan itu, Presiden Jokowi juga mendorong ekonomi hijau bagi pemulihan ekonomi kawasan. Menurutnya ekonomi hijau adalah masa depan ekonomi kawasan dan sudah lebih dari $90 miliar digunakan untuk membangun berbagai proyek hijau di APEC.
Jokowi juga menyambut baik inisiatif Thailand The Bangkok Goals for the Bio-Circular-Green Economy. Inisiatif ini akan membuka akses terhadap pembiayaan teknologi, inovasi dan penguatan kapasitas.
Jokowi menegaskan penguatan kolaborasi antara anggota APEC merupakan kunci untuk mencapai semua hal itu.
Your browser doesn’t support HTML5
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai ajakan Jokowi tersebut merupakan kelanjutan dari upaya-upaya Indonesia untuk menyuarakan isu-isu terkini tentang pangan, energi, dan pembangunan berkelanjutan. Isu-isu tersebut juga sudah digaungkan dalam pertemuan para pemimpin G20 di Bali 15-16 November lalu.
"Beliau itu (Jokowi) dalam banyak kesempatan selalu menyampaikan yang dihadapi oleh global saat ini, tidak cukup hanya dengan makro, tapi juga harus paham kontkes mikronya dan bahkan riilnya. Itu mungkin yang mau ditegaskan kepada negara-negara lain juga, bahwa KTT APEC harus masuk ke level detail," kata Eko.
BACA JUGA: Jokowi Langsungkan Pertemuan Bilateral dengan Sejumlah Kepala Negara di sela KTT APEC di BangkokEko menambahkan krisis pangan adalah salah satu ancaman yang bisa diantisipasi negara-negara APEC karena sebagian negara APEC merupakan lumbung pangan dunia, seperti Australia, Thailand, dan Vietnam.
Terkait ketahanan pangan, lanjut Eko, salah satu tantangannya adalah masing-masing negara itu strategi bertahannya adalah menutup diri. Dia mencontohkan India baru-baru ini menghentikan ekspor gandum. Jika ada komitmen untuk saling bekerjasama dan mencukupi kebutuhan pangan negara lain, dia yakin krisis pangan tidak akan terjadi.
"Ini hanya mungkin kalau wadahnya bukan B to B (business to business) bukan G to G (government to government), tapi lebih kepada organisasi. Jadi semuanya saling terbuka. Kalau misalkan mau mengurangi untuk kebutuhan dalam negeri, itu juga dikomunikasikan di antara anggota-anggota APEC ini," ujar Eko.
Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau APEC adalah forum terkemuka di Asia-Pasifik yang terdiri dari 21 negara. Tujuan dari forum ini untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi, pertumbuhan ekonomi dan kerjasama regional.
Tema yang ditentukan oleh Thailand sebagai ketua APEC tahun ini adalah rehabilitasi ekonomi pasca-pandemi COVID-19. [fw/ab]