Presiden Jokowi membeberkan tidak hanya minyak dan gas dunia yang mengalami kenaikan harga, tetapi juga sejumlah pangan. Salah satunya, menurut Jokowi, adalah gandum.
"Kita juga impor gandum gede banget, 11 juta ton impor. Ini hati-hati yang suka makan roti yang suka makan mi. Bisa harganya naik karena ada perang di Ukraina. Kenapa perang di Ukraina memengaruhi harga gandum? Karena produksi gandum 34 persen berada di negara itu," katanya di Medan, Kamis (7/7).
Jokowi mengungkapkam, saat ini stok gandum di Ukraina hanya 77 juta ton, sementara di Rusia mencapai 130 juta ton. Namun, karena kedua negara itu sedang berseteru, pasokan gandum dunia tertahan dan harga gandum dunia terdongkrak naikl.
"Bayangkan berapa ratus juta orang ketergantungan kepada gandum Ukraina dan Rusia. Sekarang sudah mulai (harga gandum naik) karena barang itu enggak bisa keluar dari Ukraina dan Rusia," ujarnya.
Jokowi menjelaskan beberapa negara di Afrika dan Asia telah mulai mengalami kekurangan pangan di tengah kenaikan harga-harda di dunia. Namun, katanya, Indonesia harus bersyukur karena stok pangan utama seperti beras masih terbilang cukup.
"Alhamdulillah rakyat kita utamanya petani masih produksi beras dan sampai saat ini harganya belum naik. Semoga tidak naik. Sudah tiga tahun kita tidak impor beras. Biasanya kita impor 1,5 juta hingga 2 juta ton. Ini sudah tidak impor lagi," ucapnya.
Menurut Jokowi minyak dunia juga mengalami fenomena serupa. Saat ini harga minyak dunia mencapai angka 120 dolar AS per barel. Padahal, sebelum pandemi COVID-19, harga minyak dunia hanya 60 dolar AS per barel.
"Sudah dua kali lipat (kenaikan), hati-hati," kata Jokowi.
Meskipun harga minyak dunia mengalami kenaikan, Indonesia masih bertahan untuk tidak menaikkan harga BBM jenis pertalite. Jokowi pun mengingatkan hingga saat ini Indonesia masih mengimpor minyak sebanyak 1,5 juta barel.
BACA JUGA: Pembeli Solar dan Pertalite Akan Diminta Mendaftar Online"Negara lain yang namanya BBM itu sudah berada di angka Rp31 ribu. Jerman dan Singapura Rp31 ribu, serta Thailand Rp20 ribu. Kita masih Rp7.650 karena disubsidi oleh APBN. Ini kita masih kuat. Berdoa semoga APBN masih kuat memberi subsidi. Kalau sudah tidak kuat mau bagaimana lagi," ucapnya.
"Gas juga sama, internasional juga sudah naik lima kali. Ada gas kita impor juga gede banget. Pangan juga sama, seluruh dunia juga naik. Ada yang naiknya sudah 30 persen hingga 50 persen," Jokowi menambahkan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, membenarkan kenaikan harga pangan dunia mempengaruhi harga pangan di dalam negeri. Apalagi, katanya, Ukraina menjadi salah satu penyuplai gandum bagi Indonesia.
"Kebetulan produsen terbesar gandum adalah negara-negara yang sedang berkonflik Ukraina dengan Rusia. Ukraina penyuplai gandum untuk Indonesia. Sejak konflik sudah sama sekali tidak ada kita impor dari Ukraina. Artinya kesulitan suplai gandum dan ini berpengaruh terhadap produk makanan turunan dari gandum," katanya kepada VOA.
Sementara itu, kenaikan tersebut juga telah berpengaruh terhadap meningkatnya harga pupuk untuk bahan pangan pertanian.
"Pupuk ini berpengaruh ke semua jenis produk pertanian pangan. Pengeskpor utama pupuk kita adalah Rusia. Ketika harga pupuk meningkat makanya ini bukan hanya berpengaruh ke banyak bahan pangan saat ini di dalam negeri," tandas Faisal. [aa/ab]