Presiden Joko Widodo mengingatkan dan meminta para penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk kembali ke Tanah Air usai menyelesaikan pendidikannya.
“Setelah selesai studi, berkarya lah, ilmunya jangan diendapkan untuk diri sendiri dan yang paling penting saya titip pulang, pulang, pulang,” ungkap Jokowi dalam acara LPDP Festival 2023, di Kota Kasablanka Hall, Jakarta, Kamis (3/8).
Ia menekankan meskipun gaji dan fasilitas yang ditawarkan negara-negara lain mungkin akan lebih tinggi daripada yang ditawarkan di dalam negeri, Jokowi tetap meminta kepada penerima beasiswa tersebut untuk tetap pulang karena Indonesia sangat membutuhkan mereka.
“Negara kita saat ini membutuhkan anak-anak muda yang memiliki pemikiran, yang memiliki visi ke depan yang lebih baik, dan memang kita kurang SDM yang seperti itu,” imbuhnya.
BACA JUGA: Wapres Pastikan Tangani Persoalan Beasiswa Papua
Lebih jauh, mantan gubernur DKI Jakarta ini mengungkapkan dalam kurun waktu 13 tahun ke depan, Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk bisa menjadi negara maju. Selain faktor kepemimpinan nasional, bonus demografi pada 2030, dan Sumber Daya Alam yang melimpah ruah, faktor penting lainnya adalah Sumber Daya Manusia (SDM) unggul yang harus dimiliki.
“Kalau saya dibisiki dari IMF, World Bank, pakar ekonomi mereka menyampaikan Indonesia bisa menjadi lima besar negara dengan GDP (Produk Domestik Bruto/PDB -red) tertinggi di dunia dan itu berada di tangan saudara semuanya, itu berada di tangan generasi muda,” tegasnya.
Menurutnya, jika Indonesia tidak bisa memanfaatkan peluang tersebut, maka Indonesia akan bernasib sama seperti negara-negara di Amerika Latin yang terjebak menjadi negara berkembang.
Maka dari itu, Presiden meminta jajaran kementerian dan lembaga terkait untuk memetakan desain pendidikan atau keterampilan apa yang dibutuhkan oleh Indonesia agar kelak bisa terjadi linked and match dengan industri di Tanah Air.
“Saya minta kepada menteri terkait dan juga LPDP, tolong kita bisa membuat grand design untuk 5, 10, 20, 25 tahun yang akan datang, Kita harus betul-betul memiliki desain sesuai dengan kebutuhan dan visi negara kita, jurusan apa, jumlahnya berapa, bidang penelitian misalnya apa? Harus betul-betul tepat sasaran. Tidak buang-buang anggaran," ujar Jokowi.
"Saya berikan contoh sekarang kita memiliki sebuah peluang untuk menjadi negara maju kalau kita melakukan hilirisasi. Contoh kita ingin membangun ekosistem besar dari mobil listrik, apa yang harus disiapkan oleh LPDP? Kebutuhan SDM-nya apa? Harus sudah terhitung,” imbuhnya.
Dengan dana di LPDP yang sudah melesat hingga Rp139 triliun, ia berharap akan bermunculan talenta-talenta dari generasi muda yang bisa meningkatkan daya saing Indonesia dalam kurun beberapa tahun ke depan.
Jangan Sampai Terjadi “Brain Drain”
Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira sependapat dengan Jokowi bahwa SDM unggul merupakan faktor penting agar Indonesia bisa melompat menjadi negara maju. Namun, menurutnya, bonus demografi Indonesia yang kelak akan terjadi pada 2030, belum tentu akan menjadikan negara ini menjadi negara maju. Peningkatan SDM yang berkualitas harus tetap menjadi prioritas, kata Bhima, sehingga kualitas dan kuantitas harus seimbang.
“Di Indonesia itu problemnya, yang kuliah S2, S3, mengambil spesialisasi tertentu adalah mereka yang di kalangan minoritas. Sebagian besar tenaga kerja Indonesia 60 persennya adalah lulusan SMP ke bawah dan yang lulusan SMP ke bawah pun juga menyumbang tingkat pengangguran yang cukup tinggi setelah sekolah vokasi atau D3. Ini jadi salah satu tantangan,” ungkap Bhima.
Menurutnya, wajar jika Presiden meminta para penerima beasiswa LPDP tersebut untuk pulang dan berkarya di Tanah Air. Karena jika tidak, dikhawatirkan akan terjadi brain drain di Indonesia atau hengkangnya kaum intelektual lokal ke mancanegara.
BACA JUGA: Perasaan Campur Aduk Warga Indonesia Setelah Raih Gelar Master dari Universitas AS“Ini bisa menciptakan brain drain, ketika di satu sisi, misalkan Pak Jokowi mendorong hilirisasi, mendorong teknologi digital, tapi siapa yang mengisi? Itu pertanyaannya. Kalau itu yang terjadi, khawatir, jangan salahkan ke depannya tenaga kerja asing yang akan mengisi semi skill, kemudian posisi high skill di dalam ekonomi Indonesia karena banyak yang pintar, misalnya, lebih banyak berkarier di luar negeri,” paparnya.
Indonesia ke depan, kata Bhima, harus benar-benar meningkatkan daya saingnya dengan mencetak SDM yang berkualitas karena ia melihat Indonesia saat ini terlalu terlena dengan SDA yang melimpah.
“Indonesia ini lihat saja dari indikator dari porsi ekspor manufaktur yang punya nilai tambah atau high technology itu kecil sekali, cuma di bawah 10 persen dari total produksi manufaktur. Manufaktur kita masih didominasi oleh olahan primer. misalnya sawit menjadi CPO (minyak sawit -red), itu sudah dicatat sebagai manufaktur, tapi yang high tech itu ketinggalan. Jadi komponen pentingnya adalah di SDM tadi,” jelasnya.
Ia mengingatkan kepada pemerintah bahwa poin yang tidak kalah pentingnya adalah penyaluran kerja dari para SDM unggul ini ketika mereka kembali ke Tanah Air. Karena tidak jarang para penerima beasiswa ini tetap mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan.
“Banyak beasiswa sebenarnya, tetapi problemnya adalah talent pool kita belum dikelola dengan baik. Misalkan saya ini penerima beasiswa LPDP, cuma begitu pulang kita harus mencari jalan sendiri. Seharusnya bisa dialihkan (diarahkan) misalnya ke BUMN butuh skill ini, ada penerima beasiswanya bisa masuk ke situ atau misalnya di kementerian atau di swasta. Jadi problem kita adalah pada talent pool management. Beasiswa banyak sekali, tinggal dikelola,” pungkasnya. [gi/ah]