Jokowi menyampaikan hal itu seusai menyaksikan secara langsung acara penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (8/3).
“Semuanya disesuaikan dengan anggaran yang kita miliki. Tapi kita memang ingin berusaha agar terpenuhi,” kata Jokowi.
Pesawat C-130J-30 Super Hercules itu dipesan dari perusahaan AS Lockheed Martin Aerospace. Kementerian Pertahanan sendiri sebetulnya memesan lima pesawat. Empat pesawat sisanya akan secara bertahap berdatangan hingga Januari 2024 mendatang.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurut Jokowi, pesawat tersebut merupakan pesawat yang cukup canggih, dan mampu mengangkut pasukan penerjun hingga 98 orang atau pasukan biasa hingga 198 orang.
“Dan bisa mengangkut hingga 19,9 ton, artinya ini bagus untuk operasi militer, maupun non militer dan untuk bencana alam juga bisa. Bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia, karena pesawat super Hercules ini bisa terbang 11 jam,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo mengatakan komitmen pemerintahan Jokowi-Ma’ruf di bidang pertahanan merupakan yang paling besar sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia. Perlambatan pemenuhan target MEF hingga 2024, katanya, bisa dimengerti mengingat terjadinya berbagai dinamika seperti salah satunya pandemi COVID-19.
“Dukungan pemerintahan Pak Joko Widodo, saya lihat dalam sejarah untuk pertahanan, merupakan yang terbesar. Tapi tentu beliau punya prioritas. Kita kemarin mengalami COVID-19 yang sangat bahaya, jadi prioritas beliau adalah keselamatan rakyat,” ungkap Prabowo.
Ia juga mengatakan nantinya seluruh kegiatan perbaikan pesawat Super Hercules ini akan dilaksanakan di tanah air. Hal tersebut mencakup perbaikan dan overhaul berat seperti penggantian center wing box.
Khairul Fahmi, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), mengungkapkan, secara keseluruhan capaian MEF sampai detik ini belum 70 persen. Hal tersebut, katanya, bisa dipahami mengingat terjadinya pandemi COVID-19 dan ketidakpastian perekonomian global. Namun, mengingat situasi pandemi sudah cukup membaik saat ini, Khairul berharap target MEF yang 100 persen di 2024 bisa terpenuhi.
Pasalnya, menurut Khairul, jika MEF masih jauh dari target, postur pertahanan Indonesia belum bisa dikatakan berada pada level yang diharapkan. “Kita belum bisa mencapai postur pertahanan yang direncanakan, kalau belum sampai (mencapai target MEF). Berarti potensi ancaman belum bisa diantisipasi 100 persen juga. Potensi ancaman dan gangguan keamanan, lalu celah-celah rawan dan kelemahan yang pastinya bisa ditutupi dengan MEF,” ungkap Khairul kepada VOA.
Secara umum, kata Khairul, alutsista Indonesia jika dilihat dari segi jumlah, tipe dan model, sudah cukup lengkap. Namun, sayangnya, secara faktual, kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia belum pada posisi siap tempur. “Sekitar 50 persen dari alutsista kita sudah cukup tua, tentu saja tidak bisa dioptimalisasi penggunaannya dibandingkan alutisita yang dalam kondisi baru,” tambahnya.
Menurutnya, faktor utama perlambatan pemenuhan rencana strategis bidang pertahanan di tanah air, diantaranya adalah ruang fiskal APBN yang cukup ketat. Faktor lainnya, menurutnya, adalah tidak adanya keselarasan antara Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan dan Bappenas, sehingga seringkali rencana belanja tidak sesuai dengan yang diharapkan. Maka dari itu, ke depannya, pemerintah katanya harus bisa menyeleraskan permasalahan tersebut.
“Terutama penyelarasan agenda antara Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan. Kemenhan tugasnya membangun komunikasi dengan negara penyedia atau vendor. Ada problem reputasi nantinya ketika Kemenhan sudah bergerak maju, kemudian ternyata dari Kemenkeu dan Bappenas masih konservatif, ada belum disetujui. Apalagi kalau dikaitkan dengan dinamika kawasan, geo politik termasuk potensi ancaman secara global, ada kebutuhan yang cukup mendesak untuk menyesuaikan rencana pembangunan pertahanan kita,” pungkasnya. [gi/ab]