Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pendek yang menandai pembukaan KTT G20 di The Apurva Kempinski, Bali, pada Selasa (15/11). Dia berterima kasih kepada pimpinan negara yang hadir, karena menurutnya perlu upaya luar biasa agar para pemimpin tersebut dapat duduk bersama dalam forum di Nusa Dua itu.
Jokowi membuka sambutannya, dengan menyitir sejumlah tantangan global yang butuh diselesaikan.
“Dunia sedang mengalami tantangan yang luar biasa. Krisis demi krisis terjadi. Pandemi COVID-19 belum usai, rivalitas terus menajam, perang terjadi. Dampak berbagai krisis tersebut terhadap ketahanan pangan, energi, dan keuangan sangat dirasakan dunia terutama negara berkembang,” kata Jokowi.
BACA JUGA: Biden dan Xi Tak Sepaham Soal Taiwan, Tapi Siap “Atasi” PerbedaanTerkait ketahanan pangan, dia mengingatkan bahwa konflik telah menimbulkan persoalan besar pada komoditas pupuk yang mendukung sektor pertanian. Jika tidak diselesaikan dengan segera, ujar Jokowi, tahun 2023 akan menjadi lebih suram.
“Tingginya harga pangan saat ini, dapat semakin buruk menjadi krisis tidak adanya pasokan pangan. Kelangkaan pupuk dapat mengakibatkan gagal panen di berbagai belahan dunia,” ujarnya.
Terdapat 48 negara berkembang dengan tingkat kerawanan pangan tertinggi yang akan menghadapi kondisi sangat serius. Jokowi juga melihat, tatanan dunia dan hukum internasional sedang diuji.
“Hari ini mata dunia tertuju pada pertemuan kita. Apakah kita akan mencetak keberhasilan? Atau akan menambah satu lagi angka kegagalan? Buat saya, G20 harus berhasil dan tidak boleh gagal,” tambahnya.
Jokowi menyatakan, sebagai presiden G20, Indonesia berupaya semaksimal mungkin menjembatani perbedaan yang sangat dalam dan lebar.
“Namun, keberhasilan hanya akan dapat tercapai jika kita semua, tanpa terkecuali, berkomitmen, bekerja keras, menyisihkan perbedaan-perbedaan untuk menghasilkan sesuatu yang konkret, sesuatu yang bermanfaat bagi dunia,” kata Jokowi.
Jokowi kembali mengingatkan bahwa dunia tidak memiliki pilihan. Kolaborasi sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan dunia, dan seluruh pihak memiliki tanggung jawab sepadan. Tanggung jawab itu, menurut Jokowi, berarti menghormati hukum internasional dan prinsip-prinsip Piagam PBB secara konsisten. Bertanggung jawab, papar Jokowi, berarti menciptakan situasi sama-sama menang, bukan menang atau kalah.
“Bertanggung jawab di sini juga berarti kita harus mengakhiri perang. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi dunia untuk bergerak maju. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi kita untuk bertanggung jawab atas masa depan generasi sekarang dan generasi mendatang,” Jokowi mengingatkan.
“Kita seharusnya tidak membagi dunia menjadi beberapa bagian. Kita tidak boleh membiarkan dunia jatuh ke dalam perang dingin lagi,” tambah dia.
Sebagai negara demokrasi, Jokowi mengatakan Indonesia menyadari pentingnya dialog untuk mempertemukan perbedaan. Semangat yang sama harus ditunjukkan G20.
Indonesia berharap G20 dapat menjadi katalis pemulihan ekonomi yang inklusif.
“Di tengah situasi yang sangat sulit, G20 terus bekerja agar menghasilkan capaian konkret,” kata Jokowi.
BACA JUGA: Danai Transisi Energi, Indonesia Luncurkan ETM Country PlatformCapaian itu antara lain diwujurkan dengan mempersiapkan dana untuk menghadapi pandemi mendatang melalui pandemic fund. Membantu ruang fiskal negara berpendapatan rendah melalui resilience and sustainability trust. Mendorong percepatan pencapaian SDGs, menghasilkan ratusan kerja sama konkret, serta mendukung pemulihan ekonomi dunia yang lebih hijau dan berkelanjutan melalui Bali Compact mengenai transisi energi.
Usai menyampaikan sambutan, yang terbagi dalam bahasa Indonesia dan sedikit bagian berbahasa Inggris, Jokowi menyatakan pertemuan dilangsungkan secara tertutup.
Pertemuan kali ini diikuti oleh 37 delegasi, baik negara maupun organisasi internasional. Organisasi internasional yang hadir antara lain PBB, OECD, FSB, ADB, WTO, WHO, WBG, IMF dan ILO.
Sementara delegasi negara yang hadir adalah Amerika Serikat, Rusia, China, Indonesia, Inggris, Perancis, Turki, Jepang, India, Italia, Arab Saudi, Jerman, Kanada, Australia, Argentina, Korea Selatan, Afrika Selatan, Meksiko, Brazil, dan Uni Eropa.
Negara non-anggota yang diundang adalah Uni Emirat Arab, Fiji, Suriname, Spanyol, Singapura, Belanda, Rwanda, Senegal, serta Kamboja.
BACA JUGA: Indonesia Masih Berharap KTT G20 Hasilkan Deklarasi Bersama antar PemimpinPerdana Menteri Kamboja Positif COVID 19
Dari seluruh negara yang diundang, Kamboja akhirnya tidak mengikuti pertemuan puncak. Perdana Menteri Kamboja, Samdech Hun Sen dinyatakan positif terjangkit COVID-19, seusai menjalani pemeriksaan begitu tiba di Bali.
Kepastian itu disampaikan Hun Sen sendiri dalam pengumuman resmi di laman media sosialnya.
“Saya kini telah dinyatakan positif COVID 19,” tulis dia.
Hun Sen juga mengatakan, sebelum meninggalkan Kamboja dia telah melakukan tes setiap hari, terutama sebelum keberangkatan ke Bali. Dia juga melakukan tes cepat sebelum terbang ke Bali.
“Itulah kenyataannya. Saya tidak yakin virus apa itu. Saya tidak tahu kapan datangnya virus itu dan bersama dengan saya sejak kapan. Semua jelas, ketika saya datang ke rumah sakit di Indonesia untuk beristirahat pada sore hari,” kata Hun Sen.
Hun Sen juga mengatakan, tidak ada gejala sakit yang menimpa dirinya. Tetapi status positif itu tetap dia terima. Dia mengaku, pada Senin malam terlambat datang menghadiri acara makan malam dengan sejumlah kepala negara di Bali.
“Demi keamanan delegasi yang menghadiri pertemuan, saya memutuskan untuk meminta delegasi kembali ke Kamboja,” tegasnya.
Hun Sen telah kembali ke Kamboja dengan penerbangan negara tersebut, dan menyatakan akan tetap bekerja tetapi tidak menerima tamu untuk sementara waktu. [ns/rs]