Presiden Joko Widodo menargetkan vaksinasi COVID-19 kepada lima juta guru dan tenaga pendidik lainnya di seluruh Indonesia bisa selesai pada Juni. Kelompok tersebut menjadi prioritas program vaksinasi pemerintah agar pembelajaran tatap muka bisa segera dimulai.
“Tenaga pendidik, kependidikan guru ini kita berikan prioritas agar nanti di awal semester kedua pendidikan tatap muka bisa kita mulai lakukan,” ungkap Jokowi saat meninjau saat meninjau pelaksanaan vaksinasi yang dimulai hari ini, Rabu (24/2) di SMAN 70 Jakarta.
Dalam peninjauan tersebut, Jokowi didampingi oleh Mendikbud Nadiem Makariem, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Setelah Jakarta, Presiden berharap semua guru dan tenaga pendidik di provinsi lain juga akan segera divaksinasi. Mengutip dari www.covid19.go.id, hingga Selasa (23/2) vaksinasi dosis pertama setidaknya telah diterima oleh 1,26 juta orang dan dosis kedua telah diterima oleh 789.966 orang. Pemerintah menargetkan vaksinasi COVID-19 terhadap 181,5 juta penduduk Indonesia dapat rampung pada akhir 2021.
Vaksinasi pada Lansia
Selain tenaga pendidik, kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) yang berusia 60 tahun ke atas juga merupakan target prioritas pemerintah dalam program vaksinasi massal COVID-19 pada tahap ke-2 ini.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan hal ini dikarenakan tingginya angka kematian akibat virus corona pada lansia.
“Berdasarkan analisis data Satgas COVID-19, masyarakat lanjut usia di Indonesia sama dengan atau lebih dari 60 tahun ke atas memang hanya menyumbang 10,7 persen persen dari seluruh kasus positf. Namun yang perlu digarisbawahi adalah 48,3 persen dari kasus meninggal COVID-19 di Indonesia adalah dari masyarakat lansia,” ujarnya dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Selasa (23/2).
Angka kematian yang tinggi akibat COVID-19 pada lansia ini, kata Wiku, diakibatkan proses penuaan yang akhirnya membuat fungsi kekebalan tubuh manusia pun menurun. Infeksi COVID-19 pada lansia juga diperparah dengan adanya double burden, yakni penyakit penyerta atau komorbid, seperti penyakit jantung, penyakit pada saluran pernafasan, ataupun gangguan ginjal yang sering ditemukan pada lansia.
BACA JUGA: Survei Indikator: 41 Persen Masyarakat Enggan DivaksinVaksinasi pada lansia ini, dilakukan sebanyak dua dosis dengan selang waktu 28 hari dari dosis pertama. Lanjutnya, vaksinasi COVID-19 pada lansia tersebut telah dimulai di ibu kota provinsi di seluruh Indonesia, terutama di Jawa dan Bali, mengingat kontribusi kasus positif COVID-19 yang besar, dan kesiapan fasilitas penyimpanan vaksin.
Untuk vaksinasi melalui fasilitas pemerintah, katanya, masyarakat dapat mengunjungi website kementerian Kesehatan, yaitu www.kemkes.go.id. Pada website tersebut akan tersedia link atau tautan yang dapat diklik oleh sasaran vaksinasi masyarakat lansia dengan sejumlah pertanyaan yang harus diisi sebagai syarat pendaftaran.
“Jika mengalami kesulitan harap masyarakat meminta bantuan anggota keluarga lain atau melalui kepala RT/RW setempat untuk mendaftarkan secara online,” jelasnya.
Nantinya, setelah mendaftar data peserta lansia akan masuk ke dinas kesehatan masing-masing provinsi, untuk selanjutnya ditetapkan jadwal dan lokasi pelaksanaan vaksinasi.
“Selanjutnya pilihan kedua adalah mekanisme melalui vaksinasi massal yang dapat diselenggarakan oleh organsiasi atau institusi yang bekerjasama dengan Kementerian kesehatan atau dinas kesehatan. adapaun contoh organisasi dan institusi yang dapat menyelenggarakan vaksinasi misalnya seperti organisasi untuk para pensiunan para ASN, Perpabri atau veteran republik Indonesia,” tuturnya.
Untuk mengantispasi kejadian ikutan pasca imunisasi atau KIPI di setiap pelaksanaan vaksinasi ,maka setiap dinas kesehatan kabupaten/kota harus menyediakan narahubung perwakilan dari tempat pengaduan baik bagi panitia penyelenggara ataupun pasien.
BACA JUGA: Kasus COVID-19 Nasional dalam Sepekan Turun SignifikanPerkembangan PPKM Mikro
Dalam kesempatan ini, Wiku juga melaporkan perkembangan kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro yang dilaksanakan di tujuh provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa barat, Banten, Bali, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari hasil pelaksanaan PPKM tahap ke-3 ini telah mulai menunjukkan penurunan kasus aktif COVID-19 kecuali di Jawa Tengah.
“DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Bali dan Yogyakarta trennya menunjukkan penurunan pada saat memasuki periode PPKM tahap ke-3 atau Minggu ke 5, PPKM, bahkan Jawa Timur mengalami penurunan sejak pada PPKM tahap kedua. Namun masih ada provinsi yang masih menunjukkan tren yang fluktuatif cenderung meningkat, yaitu Jawa Tengah. Jawa Tengah masih terus meningkat tren kasus aktifnya bahkan sejak PPKM tahap ke-1 dilaksanakan,” kata Wiku.
Selanjutnya tren kesembuhan cukup meningkat tajam. Tercatat, tingkat kesembuhan di DKI Jakarta naik menjadi 94,56 persen dari 89,44 persen, Banten naik ke 72,97 persen dari 52,43 persen dan Yogyakarta menjadi 75,60 persen dari semula 66,31 persen.
Namun, berbeda dengan kasus aktif dan kesembuhan, perkembangan kasus kematian masih cenderung fluktuatif. DKI Jakarta menunjukkan penurunan angka kematian dari 1,72 persen menjadi 1,58 persen.
BACA JUGA: Jokowi Yakin Micro Lockdown Bisa Tekan Penyebaran Corona“Provinsi lainnya seperti Banten, Yogyakarta, Jateng, dan Jatim bahkan menunjukkan peningkatan persen kematian. Bahkan Yogyakarta menunjukkan kenaikan sebesar 0,22 persen dibandingkan dengan sebelumnya PPKM berlangsung," tuturnya.
Kebijakan PPKM Mikro ini juga berdampak pada menurunnya tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di ruang isolasi dan unit perawatan intensif (Intensive Care Unit/ICU) bagi pasien COVID-19 di tujuh provinsi tersebut.
Dijelaskannya, penurunan BOR paling signifikan terjadi di Jawa Tengah dari 74,9 persen menjadi 35,75 persen per (19/2). Kemudian Yogyakarta yang tingkat BOR-nya menjadi 52,21 persen dari semula 84,47 persen.
Your browser doesn’t support HTML5
Namun, katanya, penurunan keterpakaian tempat tidur ini perlu diperhatikan lebih lanjut. Perlu dilihat kembali apakah hal itu dipicu oleh pasien positif dengan gejala sedang-berat yang semakin berkurang atau orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan belum atau tidak terjaring sejak dini sehingga tidak dirawat di rumah sakit.
“Untuk itu saya imbau kepada seluruh pemerintah daerah masing-masing untuk benar-benar memastikan bahwa setiap orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 untuk segera ditangani sesuai dengan gejala yang dialami,” pungkasnya. [gi/ah]